Disebut Situ Buleud karena danau yang cukup luas itu berbentuk bulat (Sunda, buleud). Asal-usul Situ Buleud berkaitan erat dengan peristiwa perpindahan ibukota Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Sindangkasih, tepatnya sejalan dengan pembangunan infrastruktur kota Purwakarta pada tahap awal. Hal itu berarti Situ Buleud dibuat atas gagasan Bupati R.A. Suriawinata (Dalem Solawat). Pembuatannya berlangsung antara tahun 1830 – pertengahan tahun 1831.
Situ Buleud dibuat dengan beberapa tujuan. Secara garis besar Situ Buleud dibuat dengan dua tujuan dan kegunaan. Pertama, sebagai sumber air bagi kepentingan pemerintah dan masyarakat kota Purwakarta. Air dari situ antara lain digunakan untuk keperluan ibadat dan kegiatan lain di Masjid Agung. Kedua, sebagai fasilitas kota , yaitu sebagai tempat rekreasi. Untuk kepentingan tujuan/kegunaan kedua, ditengah situ didirikan bangunan tradisional sejenis bangunan gazebo (bangunan tanpa dinding) sebagai tempat istirahat (pasanggrahan).
Pembangunan Situ Buleud dengan tujuan/kegunaan kedua, boleh jadi berkaitan erat dengan salah satu hak istimewa bupati, yaitu hak menangkap ikan di sungai atau danau. Hak istimewa itu merupakan bagian dari gaya hidup bupati waktu itu. Dalam kenyataannya, yang menangkap ikan bukan bupati tetapi sejumlah rakyat. Dalam acara itu, bupati tinggal di pasanggrahan yang berada di tengah situ menyaksikan sejumlah rakyat menangkap ikan. Acara itu biasanya dimeriahkan oleh iringan gamelan.
Hampir bersamaan dengan kegiatan merenovasi pendopo tahun 1854, Situ Buleud pun diperbaiki dan diperluas (Hardjasaputra, ed., 2004 : 59). Hal itu menunjukkan, bahwa Situ Buleud memiliki arti penting bagi kehidupan di kota Purwakarta. Salah satu arti pentingnya adalah sebagai penawar udara panas. Kota Purwakarta termasuk tempat bersuhu udara panas. Keberadaan volume air dalam jumlah banyak pada areal cukup luas, menyebabkan suhu udara di pusat kota menjadi tidak terlalu panas, dalam arti cukup menyenangkan. Oleh karena itu, areal Situ Buleud sangat memadai sebagai tempat rekreasi. Rupanya kondisi itu telah mengilhami seniman pencipta lagu Sunda berjudul “Situ Buleud”.
Sekarang bangunan pasanggrahan di tengah situ sudah lenyap. Demikian pula acara menangkap ikan seperti disebutkan, tiada lagi. Sejak kapan pasanggrahan dan acara itu lenyap, belum diketahui secara pasti. Namun demikian, sampai sekarang Situ Buleud tetap merupakan ciri khas (landmark) kota Purwakarta. Situ Buleud sudah dikenal luas oleh masyarakat di laur Purwakarta, baik karena mereka pernah datang ke tempat itu maupun mendengar cerita orang, atau mendengarnya melalui lantunan lagu “Situ Buleud”.
Dari uraian singkat tersebut, Situ Buleud memiliki nilai sejarah bagi pemerintah dan masyarakat Purwakarta. Tempat bersejarah itu merupakan bagian dari jati diri masyarakat asli Purwakarta. Sampai sekarang, Situ Buleud memiliki usia yang sama dengan pendopo. Atas dasar itu, Situ Buleud pun termasuk BCB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar