Jumat, 06 Desember 2013

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DAN AKUNTABILITAS
KINERJA INSTANSI PEMERINTAH



I.          Latar Belakang

Pelayanan  publik  yang  diberikan  instansi  Pemerintah  (Pusat, Pemerintah Propinsi,  Kabupaten,  Kota  dan  Kecamatan)  kepada  masyarakat  merupakan  perwujudan fungsi  aparatur  negara  sebagai  abdi  masyarakat.  Pada  era  otonomi  daerah,  fungsi pelayanan  publik  menjadi  salah  satu  fokus  perhatian  dalam  peningkatan  kinerja  instansi pemerintah  daerah.  Oleh  karenanya  secara  otomatis  berbagai  fasilitas  pelayanan  public harus lebih didekatkan pada masyarakat,  sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Pemerintah  Pusat  mengeluarkan  sejumlah  kebijakan  untuk  meningkatkan  kinerja instansi  pemerintah  dan  kualitas  pelayanan  publik,  antara  lain  kebijakan  tentang Penyusunan  Sistem  dan  Prosedur  Kegiatan,  Penyusunan  Akuntabilitas  Kinerja  Instansi Pemerintah  (Inpres  No.  7  Tahun  1999),  dan  Pedoman  Umum  Penyusunan  Indeks Kepuasan  Masyarakat  Unit  Pelayanan  Instansi  Pemerintah  (SK  Menpan  No. KEP/25/M.PAN/2/2004).  Langkah  ini  sebenarnya  bukanlah  hal  baru,  karena  sebelumnya kebijakan serupa telah dikeluarkan pemerintah dalam bentuk Keputusan Menpan maupun Instruksi Presiden (Inpres).
Kebijakan  itu  ternyata  tidak  secara  otomatis  menyelesaikan  permasalahan pelayanan  publik  oleh  instansi  pemerintah  yang  selama  ini  bercitra  buruk,  berbelit-belit, lamban,  dan  berbiaya  mahal.  Hal  tersebut  berkaitan  dengan  persoalan  seberapa  jauh berbagai  peraturan  pemerintah  tersebut  disosialisasikan  di  kalangan  aparatur  pemerintah dan  masyarakat,  serta  bagaimana  infrastruktur  pemerintahan,  dana,  sarana,  teknologi, kompetensi  sumberdaya  manusia  (SDM),  budaya  kerja  organisasi  disiapkan  untuk menopang  pelaksanaan  berbagai  peraturan  tersebut,  sehingga  kinerja  pelayanan  public menjadi terukur dan dapat dievaluasi keberhasilannya. Selain  kebijakan  pemerintah,  upaya  mewujudkan  kinerja  pelayanan  publik  di lingkungan  unit  kerja  pemerintahan  yang  terukur  dan  dapat  dievaluasi keberhasilannya, pemerintah  daerah  perlu memiliki  dan  menerapkan  Prosedur  Kerja  yang  standar  Standar Operasional  Prosedur  /  SOP).  Standar  Operasional  Prosedur  adalah  pedoman  atau acuan untuk  melaksanakan  tugas  pekerjaan  sesuai  dengan  fungsi  dan  alat  penilaian  kinerja instasi  pemerintah  berdasarkan  indikator  indikator  teknis,  administrasif  dan procedural sesuai  dengan  tata  kerja,  prosedur  kerja  dan  sistem  kerja  pada  unit  kerja  yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance.
Standar  operasional  prosedur  tidak  saja  bersifat  internal  tetapi  juga  eksternal, karena  SOP  selain  dapat  digunakan  untuk  mengukur  kinerja  organisasi  publik,    juga dapat  digunakan  untuk  menilai  kinerja  organisasi  publik  di  mata  masyarakat  berupa responsivitas,  responsibilitas,  dan  akuntabilitas  kinerja  instansi  pemerintah.  Dengan demikian  SOP  merupakan  pedoman  atau  acuan  untuk  menilai  pelaksanaan  kinerja instansi  pemerintah  berdasarkan  indikator-indikator  teknis,  administratif  dan  procedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini berkaitan dengan  penilaian  kinerja  organisasi  publik,  Standar  operasional  prosedur  (SOP)  dan langkah  langkah  menyusun  SOP,  serta  peningkatkan  akuntabilitas  pelayanan  public melalui  penerapan  SOP.    Uraian  berikut  ini  diharapkan  dapat  menciptakan  komitment pemerintah  daerah  mengenai  pentingnya  penerapan  SOP  oleh  setiap  satuan  unit  kerja instansi pemerintahan dalam mewujudkan akuntabilitas pelayanan publik.

II.       Penilaian Kinerja Organisasi Publik
Organisasi  adalah  jaringan  tata  kerja  sama  kelompok  orang-orang  secara  teratur dan  kontinue  untuk  mencapai  tujuan  bersama  yang  telah  ditentukan  dan  didalamnya terdapat tata cara bekerjasama dan hubungan antara atasan dan bawahan. Organisasi tidak hanya  sekedar  wadah  tetapi  juga  terdapat  pembagian  kewenangan,  siapa  mengatur  apa dan  kepada  siapa  harus  bertanggung  jawab  (Gibson;  1996  :6).  Organisasi  dapat  dilihat dari  dua  sudut  pandang  yaitu  pandangan  obyektif  dan  pandangan  subyektif.  Dari  sudut pandang  obyektif,  organisasi  berarti  struktur,  sedangkan  berdasarkan  pada  pandangan subyektif,  organisasi  berarti  proses  (Wayne  Pace  dan  Faules,  dalam  Gibson,  1997  :  16). Kaum  obyektivis  menekankan  pada  struktur,  perencanaan,  kontrol,  dan  tujuan  serta menempatkan  faktor-faktor  utama  ini  dalam  suatu  skema  adaptasi  organisasi,  sedangkan kaum  subyektivis  mendefinisikan  organisasi  sebagai  perilaku  pengorganisasian (organizing behaviour). Organisasi  sebagai  sistem  sosial,  mempunyai  tujuan-tujuan  kolektif  tertentu  yang ingin dicapai (Muhadjir Darwin; 1994). Ciri pokok lainnya adalah adanya hubungan antar pribadi  yang  terstruktur  ke  dalam  pola  hubungan  yang  jelas  dengan  pembagian  fungsi yang  jelas,  sehingga  membentuk  suatu  sistem  administrasi.  Hubungan  yang  terstruktur tersebut  bersifat  otoritatif,  dalam  arti  bahwa  masing-masing  yang  terlibat  dalam  pola hubungan  tersebut  terikat  pada  pembagian  kewenangan  formal  dengan  aturan  yang  jelas. Fremont  Kast  dan  James  Rosenzweig  (2000)  mengatakan  bahwa  organisasi  merupakan suatu  subsistem  dari  lingkungan  yang  lebih  luas  dan  berorientasi  tujuan  (orang- rang dengan  tujuan),  termasuk  subsistem teknik  (orang-orang  memahami  pengetahuan,  teknik, peralatan  dan  fasilitas),  subsistem  struktural  (orang-orang  bekerja  bersama  pada  aktivitas yang  bersatu  padu),  subsistem  jiwa  sosial  (orang-orang  dalam  hubungan  sosial),  dan dikoordinasikan  oleh  subsistem  manajemen  (perencanaan  dan  pengontrolan  semua kegiatan).
Kinerja  atau  juga  disebut  performance  dapat  didefinisikan  sebagai  pencapaian hasil  atau  the  degree  of  accomplishment.  Sementara  itu,  Atmosudirdjo  (1997) mengatakan  bahwa  kinerja  juga  dapat  berarti  prestasi  kerja,  prestasi  penyelenggaraan sesuatu.  Faustino  (1995)  memberi  batasan  kinerja  sebagai  suatu  cara  mengukur kontribusi-kontribusi  dari  individu-individu  anggota  organisasi  kepada  organisasinya.
Peter  Jennergen  (1993)  mendefinisikan  kinerja  organisasi  adalah  tingkat  yang menunjukkan  seberapa  jauh  pelaksanaan  tugas  dapat  dijalankan  secara  aktual  dan misi organisasi  tercapai.  Selanjutnya  Pamungkas  (2000)  menjelaskan  bahwa  kinerja  adalah penampilan  cara-cara  untuk  menghasilkan  suatu  hasil  yang  diperoleh  dengan  aktivitas yang  dicapai  dengan  suatu  unjuk  kerja.  Dengan  demikian,  kinerja  adalah  konsep  utama organisasi  yang  menunjukkan  seberapa jauh  tingkat  kemampuan  pelaksanaan  tugas- tugas organisasi dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan. Penilaian  terhadap  kinerja  dapat  dijadikan  sebagai  ukuran  keberhasilan  suatu organisasi  dalam  kurun  waktu  tertentu.  Penilaian  tersebut  dapat  juga  dijadikan  input  bagi perbaikan  atau  peningkatan  kinerja  organisasi  selanjutnya.  Dalam  institusi   pemerintah khususnya,  penilaian  kinerja  sangat  berguna  untuk  menilai  kuantitas,  kualitas,  dan efisiensi  pelayanan,  memotivasi  para  birokrat  pelaksana,  melakukan  penyesuaian anggaran,  mendorong  pemerintah  agar  lebih  memperhatikan  kebutuhan  masyarakat  yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik. Berbeda  dengan  organisasi  privat,  pengukuran  kinerja  organisasi  publik  sulit dilakukan  karena  belum  menemukan  alat  ukur  kinerja  yang  sesuai.  Kesulitan  dalam pengukuran  kinerja  organisasi  publik  sebagian  muncul  karena  tujuan  dan  misi  organisasi publik  seringkali  bukan  hanya  sangat  kabur,  tetapi  juga  bersifat  multidimensional. Organisasi  publik  memiliki  stakeholders  yang  jauh  lebih  banyak  dan  kompleks ketimbang  organisasi  privat.  Stakeholders  dari  organisasi  publik  seringkali  memiliki kepentingan  yang  berbenturan  satu  sama  lain.  Akibatnya,  ukuran  kinerja  organisasi publik  di  mata  para  stakeholders  juga  berbeda-beda.  Para  pejabat  birokrasi,  misalnya, seringkali  menempatkan  pencapaian  target  sebagai  ukuran  kinerja  sementara  masyarakat pengguna jasa lebih suka menggunakan kualitas pelayanan sebagai ukuran kinerja.
Lenvine  (1996)  mengemukakan  tiga  konsep  yang  dapat  digunakan  untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni :
1.      Responsivitas  (responsiveness)  :  menggambarkan  kemampuan  organisasi  public dalam  menjalankan  misi  dan  tujuannya  terutama  untuk  memenuhi  kebutuhan masyarakat.  Penilaian  responsivitas  bersumber  pada  data  organisasi  dan  masyarakat, data  organisasi  dipakai  untuk  mengidentifikasi  jenis-jenis  kegiatan  dan  program organisasi,  sedangkan  data  masyarakat  pengguna  jasa  diperlukan  untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat.
2.      Responsibilitas  (responsibility):  pelaksanaan  kegiatan  organisasi  publik  dilakukan sesuai  dengan  prinsip-prinsip  administrasi  yang  benar  atau  sesuai  dengan  kebijakan organisasi  baik  yang  implisit  atau  eksplisit.  Responsibilitas  dapat  dinilai  dari  analisis terhadap  dokumen  dan  laporan  kegiatan  organisasi.  Penilaian  dilakukan  dengan mencocokan  pelaksanaan  kegiatan  dan  program  organisasi  dengan  prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.
3.   Akuntabilitas  (accountability):  menunjuk  pada  seberapa  besar  kebijakan  dan  kegiatan organisasi  publik  tunduk  pada  para  pejabat  politik  yang  dipilih  oleh  rakyat.  Data akuntabilitas  dapat  diperoleh  dari  berbagai  sumber,  seperti  penilaian  dari  wakil rakyat, para pejabat politis, dan oleh masyarakat.
Weisbord  (1993)  mengemukakan  6  indikator  pengukuran  kinerja  organisasi publik,  yang  meliputi  tujuan,  struktur,  reward,  mekanisme  tata  kerja,  tata  hubungan   an kepemimpinan.
Tujuan berkaitan dengan arah yang hendak ditempuh organisasi, karena itu tujuan organisasi  harus  direncanakan  sebaik  mungkin  dengan  melibatkan  anggota  organisasi, mulai  dari  perumusan  sampai  pada  pelaksanaan  atau  upaya  pencapaiannya.  Struktur berkaitan  dengan  hubungan-hubungan  logis  antara  berbagai  fungsi  dalam  organisasi termasuk  juga  semua  kegiatan  pembagian  kerja  ke  dalam  satuan-satuannya  dan koordinasi  satuan-satuan  tersebut.  Struktur  organisasi  merupakan  suatu  kerangka  yang mewujudkan  pola  tetap  dari  hubungan-hubungan  di  antara  bidang-bidang  kerja  maupun orang-orang  yang  menunjukkan  kedudukan,  wewenang,  dan  tanggung  jawab  masing-masing dalam suatu sistem kerjasama.
Mekanisme  tata  kerja  adalah  sesuatu  yang  terdiri  atas  bagian-bagian  yang  saling berhubungan  dan  membentuk  satuan  tersebut.  Mekanisme  dapat  mengacu  pada  barang, aturan,  organisasi,  perilaku  dan  sebagainya.  Mekanisme  tata  kerja  akan  sangat bermanfaat  bagi  organisasi  dalam  hal  membantu  dalam  koordinasi  dan  integrasi  kerja, dan  membantu  memonitor  kerja  organisasi,  sehingga  dapat  diketahui  apakah  suatu kegiatan dapat berjalan baik atau buruk. Unsur-unsur penting dalam mekanisme tata kerja meliputi;  prosedur  kebijakan,  agenda,  pertemuan  formal,  aktivitas  dan  tersedianya  sarana atau alat yang mungkin ditemukan untuk membantu orang-orang untuk bekerja sama; dan penemuan,  kreativitas  pegawai  secara  spontan  untuk  memecahkan  permasalahan  dalam bekerja.
Penilaian kinerja aparatur pemerintah dapat dilakukan secara eksternal yaitu melalui respon  kepuasan  masyarakat.  Pemerintah  menyusun  alat  ukur  untuk  mengukur   kinerja pelayanan  publik  secara  eksternal  melalui  Keputusan  Menpan  No. 25/KEP/M.PAN/2/2004.  Berdasarkan  Keputusan  Menpan  No.   5/KEP/M.PAN/2/2004 tentang  Pedoman  Umum  Penyusunan  Indeks  Kepuasan  Masyarakat  Unit  Pelayanan Instansi  Pemerintah,  terdapat  14  indikator  kriteria  pengukuran  kinerja  organisasi  sebagai berikut:
1.      Prosedur  pelayanan,  yaitu  kemudahan  tahapan  pelayanan  yang  diberikan  kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. 
2.      Persyaratan  pelayanan,  yaitu  persyaratan  teknis  dan  administratif  yang  diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3.      Kejelasan  petugas  pelayanan,  yaitu  keberadaan  dan  kepastian  petugas  yang memberikan  pelayanan  (nama,  jabatan  serta  kewenangan  dan  tanggung jawabnya).
4.        Kedisiplinan  petugas  pelayanan,  yaitu  kesungguhan  petugas  dalam  memberikan pelayanan,  terutama  terhadap  konsistensi  waktu  kerja  sesuai  ketentuan  yang berlaku.
5.       Tanggung  jawab  petugas  pelayanan,  yaitu  kejelasan  wewenang  dan  tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. 
6.      Kemampuan  petugas  pelayanan,  yaitu  tingkat  keahlian  dan  ketrampilan  yang dimiliki  petugas  dalam  memberikan/menyelesaikan  pelayanan  kepada masyarakat.
7.      Kecepatan  pelayanan,  yaitu  target  waktu  pelayanan  dapat  diselesaikan  dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. 
8.      Keadilan  mendapatkan  pelayanan,  yaitu  pelaksanaan  pelayanan  dengan  tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
9.      Kesopanan  dan  keramahan  petugas,  yaitu  sikap  dan  perilaku  petugas  dalam memberikan  pelayanan  kepada  masyarakat  secara  sopan  dan  ramah  serta  saling menghargai dan menghormati.
10.  Kewajaran  biaya  pelayanan,  yaitu  keterjangkauan  masyarakat  terhadap  besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11.  Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
12.  Kepastian  jadwal  pelayanan,  yaitu  pelaksanaan  waktu  pelayanan  sesuai  dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
13.  Kenyamanan  lingkungan,  yaitu  kondisi  sarana  dan  prasarana  pelayanan  yang bersih,  rapi,  dan  teratur  sehingga  dapat  memberikan  rasa  nyaman  kepada penerima pelayanan.
14.  Keamanan  pelayanan,  yaitu  terjaminnya  tingkat  keamanan  lingkungan  unit penyelenggara  pelayanan  ataupun  sarana  yang  digunakan  sehingga  masyarakat merasa  tenang  untuk  mendapatkan  pelayanan  terhadap  resiko-resiko  yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Berdasarkan  pada  uraian  di  atas,  pengukuran  kinerja  organisasi  publik  dapat dilakukan  secara  internal  maupun  eksternal.  Penilaian  secara  internal  adalah  mengetahui apakah proses pencapaian tujuan sudah sesuai dengan rencana bila dilihat dari proses dan waktu,  sedangkan  penilaian  ke  luar  (eksternal)  dilakukan  dengan  mengukur  kepuasan masyarakat terhadap pelayanan organisasi.


III.          Standar Operasional Prosedur

Paradigma  governance  membawa  pergeseran  dalam  pola  hubungan  antara pemerintah  dengan  masyarakat  sebagai  konsekuensi  dari  penerapan  prinsip-prinsip corporate  governance.  Penerapan  prinsip  corporate  governance  juga  berimplikasi  pada perubahan  manajemen  pemerintahan  menjadi  lebih  terstandarisasi,  artinya  ada  sejumlah kriteria  standar  yang  harus  dipatuhi  instansi  pemerintah  dalam  melaksanakan  aktivitas-aktivitasnya. Standar kinerja ini sekaligus dapat untuk menilai kinerja instansi pemerintah  secara  internal  mupun  eksternal.  Standar  internal  yang  bersifat  prosedural  inilah  yang disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
 Perumusan  SOP  menjadi  relevan  karena  sebagai  tolok  ukur  dalam  menilai efektivitas  dan  efisiensi  kinerja  instansi  pemerintah  dalam  melaksanakan  program kerjanya.  Secara  konseptual  prosedur  diartikan  sebagai  langkah  -  langkah  sejumlah instruksi  logis  untuk  menuju  pada  suatu  proses  yang  dikehendaki.  Proses  yang dikehendaki  tersebut  berupa  pengguna-pengguna  sistem  proses  kerja  dalam  bentuk aktivitas, aliran  data,  dan  aliran  kerja.  Prosedur  operasional  standar adalah proses  standar langkah  -  langkah  sejumlah  instruksi  logis  yang  harus  dilakukan  berupa  aktivitas,  aliran data, dan aliran kerja.
Dilihat  dari  fungsinya,  SOP  berfungsi  membentuk  sistem  kerja  &  aliran  kerja yang  teratur,  sistematis,  dan  dapat  dipertanggungjawabkan;  menggambarkan  bagaimana tujuan  pekerjaan  dilaksanakan  sesuai  dengan  kebijakan  dan  peraturan  yang  berlaku; menjelaskan  bagaimana  proses  pelaksanaan  kegiatan  berlangsung;  sebagai  sarana  tata urutan  dari  pelaksanaan  dan  pengadministrasian  pekerjaan  harian  sebagaimana  metode yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan Kerja.
Secara  umum,  SOP  merupakan  gambaran  langkah-langkah  kerja  (sistem, mekanisme  dan  tata  kerja  internal)  yang  diperlukan  dalam  pelaksanaan  suatu  tugas  untuk mencapai  tujuan  instansi  pemerintah.  SOP  sebagai  suatu  dokumen/instrumen  memuat tentang  proses  dan  prosedur  suatu  kegiatan  yang  bersifat  efektif  dan  efisisen   erdasarkan suatu  standar  yang  sudah  baku.  Pengembangan  instrumen  manajemen  tersebut dimaksudkan  untuk  memastikan  bahwa  proses  pelayanan  di  seluruh  unit  kerja pemerintahan dapat terkendali dan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai  suatu  instrumen  manajemen,  SOP  berlandaskan  pada  sistem  manajemen kualitas  (Quality  Management  System),  yakni  sekumpulan  prosedur  terdokumentasi   an praktek-praktek  standar  untuk  manajemen  sistem  yang  bertujuan  menjamin  kesesuaian dari  suatu  proses  dan  produk  (barang  dan/atau  jasa)  terhadap  kebutuhan  atau  persyaratan tertentu.  Sistem  manajemen  kualitas  berfokus  pada  konsistensi  dari  proses  kerja.  Hal  ini mencakup  beberapa  tingkat  dokumentasi  terhadap  standar-standar  kerja.  Sistem  ini berlandaskan  pada  pencegahan  kesalahan,  sehingga  bersifat  proaktif,  bukan  pada   eteksi kesalahan  yang  bersifat  reaktif.  Secara  konseptual,  SOP  merupakan  bentuk  konkret  dari penerapan  prinsip  manajemen  kualitas  yang  diaplikasikan  untuk  organisasi  pemerintahan (organisasi  publik).  Oleh  karena  itu,  tidak  semua  prinsip-prinsip  manajemen  kualitas dapat  diterapkan  dalam  SOP  karena  sifat  organisasi  pemerintah  berbeda  dengan organisasi privat.
Tahap penting dalam penyusunan Standar operasional prosedur adalah melakukan analisis sistem dan prosedur kerja, analisis tugas, dan melakukan analisis  prosedur kerja:

1.  Analisis sistem dan prosedur kerja
Analisis  sistem  dan  prosedur  kerja  adalah  kegiatan  mengidentifikasikan    fungsi- ungsi  utama  dalam  suatu  pekerjaan,  dan  langkah-langkah  yang  diperlukan  dalam melaksanakan  fungsi  sistem  dan  prosedur  kerja.    Sistem  adalah  kesatuan  unsur  atau  unit yang  saling  berhubungan  dan  saling  mempengaruhi  sedemikian  rupa,  sehingga  muncul dalam  bentuk  keseluruhan,  bekerja,  berfungsi  atau  bergerak  secara  harmonis  yang ditopang  oleh  sejumlah  prosedur  yang  diperlukan,  sedang  prosedur  merupakan  urutan kerja  atau  kegiatan  yang  terencana  untuk  menangani  pekerjaan  yang  berulang  dengan cara seragam dan terpadu. 

2. Analisis Tugas
Analisis  tugas  merupakan  proses  manajemen  yang  merupakan  penelaahan  yang mendalam dan teratur terhadap suatu pekerjaan, karena itu analisa tugas diperlukan dalam setiap  perencanaan  dan  perbaikan  organisasi.  Analisa  tugas  diharapkan  dapat memberikan  keterangan  mengenai  pekerjaan,  sifat  pekerjaan,  syarat  pejabat,  dan tanggung jawab pejabat. Di bidang manajemen dikenal sedikitnya 5 aspek yang berkaitan langsung dengan analisis tugas  aitu :
a.  Analisa  tugas,  merupakan  penghimpunan  informasi  dengan  sistematis  dan penetapan seluruh unsur yang tercakup dalam pelaksanaan tugas khusus.
b.  Deskripsi tugas, merupakan garis besar data informasi yang dihimpun dari analisa tugas,  disajikan  dalam  bentuk  terorganisasi  yang  mengidentifikasikan  dan menjelaskan  isi  tugas  atau  jabatan  tertentu.  Deskripsi  tugas  harus  disusun berdasarkan  fungsi  atau  posisi,  bukan  individual;    merupakan  dokumen  umum apabila  terdapat  sejumlah  personel  memiliki  fungsi  yang  sama;  dan mengidentifikasikan  individual  dan  persyaratan  kualifikasi  untuk  mereka  serta harus  dipastikan  bahwa  mereka  memahami  dan  menyetujui  terhadap  wewenang dan tanggung jawab yang didefinisikan itu.
 c.  Spesifikasi  tugas  berisi  catatan-catatan  terperinci  mengenai  kemampuan  pekerja untuk tugas spesifik
d.  Penilaian  tugas,  berupa  prosedur  penggolongan  dan  penentuan  kualitas  tugas untuk  menetapkan  serangkaian  nilai  moneter  untuk  setiap  tugas  spesifik  dalam hubungannya dengan tugas lain
e.  Pengukuran  kerja  dan  penentuan  standar  tugas  merupakan  prosedur  penetapan waktu  yang  diperlukan  untuk  menyelesaikan  setiap  tugas  dan  menetapkan  ukuran yang dipergunakan untuk menghitung tingkat pelaksanaan pekerjaan.
Melalui  analisa  tugas  ini  tugas-tugas  dapat  dibakukan,  sehingga  dapat  dibuat pelaksanaan  tugas  yang  baku.  Setidaknya  ada  dua  manfaat  analisis  tugas  dalam penyusunan  standar  operasional  prosedur  yaitu  membuat  penggolongan  pekerjaan  yang direncanakan dan dilaksanakan serta menetapkan hubungan kerja dengan sistematis.

3. Analisis prosedur kerja
Analisis  prosedur  kerja  adalah  kegiatan  untuk  mengidentifikasi  urutan  langkah- angkah  pekerjaan  yang  berhubungan  apa  yang  dilakukan,  bagaimana  hal  tersebut dilakukan,  bilamana  hal  tersebut  dilakukan,  dimana  hal  tersebut  dilakukan,  dan  siapa yang  melakukannya.  Prosedur  diperoleh  dengan  merencanakan  terlebih  dahulu bermacam-macam  langkah  yang  dianggap  perlu  untuk  melaksanakan  pekerjaan.  Dengan demikian  prosedur  kerja  dapat  dirumuskan  sebagai  serangkaian  langkah  pekerjaan  yang berhubungan,  biasanya  dilaksanakan  oleh  lebih  dari  satu  orang,  yang  membentuk  suatu cara  tertentu  dan  dianggap  baik  untuk  melakukan  suatu  keseluruhan  tahap  yang  penting. 
Analisis  terhadap  prosedur  kerja  akan  menghasilkan  suatu  diagram  alur  (flow  chart)  dari aktivitas  organisasi  dan menentukan  hal-hal  kritis  yang  akan  mempengaruhi  keberhasilan organisasi.  Aktivitas-aktivitas  kritis  ini  perlu  didokumetasikan  dalam  bentuk  prosedur-prosedur  dan  selanjutnya  memastikan  bahwa  fungsi-fungsi  dan  aktivitas  itu  dikendalikan oleh prosedur-prosedur kerja yang telah terstandarisasi.
Prosedur  kerja  merupakan  salah  satu  komponen  penting  dalam  pelaksanaan  tujuan organisasi  sebab  prosedur  memberikan  beberapa  keuntungan  antara  lain  memberikan pengawasan  yang  lebih  baik  mengenai  apa  yang  dilakukan  dan  bagaimana  hal  tersebut dilakukan;  mengakibatkan  penghematan  dalam  biaya  tetap  dan  biaya  tambahan;  dan  embuat  koordinasi  yang  lebih  baik  di  antara  bagian-bagian  yang  berlainan.  Dalam menyusun suatu prosedur kerja, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu :
1) Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban pengawasan;
2) Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya;
3) Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu;
4) Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya;
5) Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan;
6) Harus ada pengecualian yang seminimun-minimunya terhadap peraturan;
7) Mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu;
8) Prosedur harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah;
9) Pembagian tugas tepat;
10) Memberikan pengawasan yang terus menerus atas pekerjaan yang dilakukan;
11) Penggunaan urutan pelaksanaan pekerjaaan yang sebaik-baiknya;
12) Tiap pekerjaan yang diselesaikan harus memajukan pekerjaan dengan
memperhatikan tujuan;
13) Pekerjaan tata usaha harus diselenggarakan sampai yang minimum;
14) Menggunakan prinsip pengecualian dengan sebaik-baiknya
Hasil dari penyusunan prosedur kerja ini dapat ditulis dalam “buku pedoman organisasi” atau “daftar tugas”yang memuat lima hal penting, yaitu :
1) Garis-garis besar organisasi (tugas-tugas tiap jabatan);
2) Sistem-sistem atau metode-metode yang berhubungan dengan pekerjaan;
3) Formulir-formulir yang dipergunakan dan bagaimana menggunakannya;
4) Tanggal dikeluarkannya dan di bawah kekuasaan siapa buku pedoman tersebut
diterbitkan;
5) Informasi tentang bagaimana menggunakan buku pedoman tersebut
Penyusunan Standar Operasional Prosedur terbagi dalam tiga proses kegiatan utama yaitu Requirement discovery berupa teknik yang digunakan oleh sistem tersebut untuk mengidentifikasi permasalahan sistem dan pemecahannya dari pengguna sistem; Data modeling berupa teknik untuk mengorganisasikan dan mendokumentasikan sistem data; dan Process modeling berupa teknik untuk mengorganisasikan dan mendokumentasikan struktur dan data yang ada pada seluruh sistem proses atau logis, kebijakan prosedur yang akan diimplementasikan dalam suatu proses sistem. 
Dilihat dari ruang lingkupnya, penyusuan SOP dilakukan disetiap satuan unit kerja dan menyajikan langkah-langkah serta prosedur yang spesifik berkenaan dengan kekhasan tupoksi masing-masing satuan unit kerja yang meliputi penyusunan langkah-langkah, tahapan, mekanisme maupun alur kegiatan. SOP kemudian menjadi alat untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan secara efektif dan efisien. Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam penyusunan SOP adalah :
1) Penyusunan SOP harus mengacu pada SOTK, TUPOKSI, serta alur dokumen;
2) Prosedur kerja menjadi tanggung jawab semua anggota organisasi;
3) Fungsi dan aktivitas dikendalikan oleh prosedur, sehingga perlu dikembangkan
diagram alur dari kegiatan organisasi;
4) SOP didasarkan atas kebijakan yang berlaku;
5) SOP dikoordinasikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan/penyimpangan;
6) SOP tidak terlalu rinci;
7) SOP dibuat sesederhana mungkin;
8) SOP tidak tumpang tindih, bertentangan atau duplikasi dengan prosedur lain;
9) SOP ditinjau ulang secara periodik dan dikembangkan sesuai kebutuhan.
Berdasarkan pada prinsip penyusunan SOP di atas, penyusunan SOP didasarkan pada tipe satuan kerja, aliran aktivitas, dan aliran dokumen. Kinerja SOP diproksikan dalam bentuk durasi waktu, baik dalam satuan jam, hari, atau minggu, dan bentuk hirarkhi struktur organisasi yang berlaku. Proses penyusunan SOP dilakukan dengan memperhatikan kedudukan, tupoksi, dan uraian tugas dari unit kerja yang bersangkutan. Berdasarkan aspek-aspek tersebut SOP disusun dalam bentuk diagram alur (flow chart) dengan menggunakan simbol-simbol yang menggambarkan urutan langkah kerja, aliran dokumen, tahapan mekanisme, serta waktu kegiatan. Setiap satuan unit kerja memiliki SOP sesuai dengan rincian tugas pokok dan fungsinya, karena itu setiap satuan unit kerja memiliki lebih dari satu SOP. Bentuk SOP dituangkan dalam tiga Format (Form SOP 1,
SOP 2, dan SOP 3) seperti contoh berikut ini.
Contoh Form SOP 1.
Unit Kerja    :
Fungsi     :
Rincian Tugas    :
Kode fungsi :
NO
Kegiatan
Kode Kegiatan

Indikator Kunci
Keberhasilan
1
2
3












Contoh Form SOP 2
Unit Kerja          : ..........................................
Fungsi                 : ..........................................
Rincian Tugas     : ..........................................
Kegiatan              : ..........................................
No.
Uraian

Unit Kerja/ Pelaksana Kegiatan


Kegiatan
A
B
C
D
E
F
1
2
3
4
5
6
7
8








































Kode kegiatan: ..................

Contoh Form SOP 3
Unit Kerja    :
Fungsi        :
Rician Tugas Unit  : 
Kegiatan       :
Kode kegiatan: ....................
Kepegawaian
Hukum
Uraian kegiatan
A

D
E
F
B
C































Pelaksanaan SOP dapat dimonitor secara internal maupun eksternal dan SOP dievaluasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun dengan materi evaluasi mencakup aspek efisiensi dan efektivitas SOP. Evaluasi dilakukan oleh Satuan Kerja penyelenggara kegiatan (di lingkungan instansi Pemerintah), atau lembaga independen yang diminta bantuannya oleh instansi Pemerintah. Pendekatan yang digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi menggunakan pendekatan partisipatif.
Perubahan SOP (diganti atau penyesuaian) dapat dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan Pemerintah atau SOP dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat. Perubahan SOP dilakukan melalui proses penyusunan SOP baru sesuai tata cara yang telah dikemukakan.

IV.             Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah Melalui Penerapan SOP
Standar operasional prosedur (SOP) memuat informasi tentang jangka waktu pelaksanaan kegiatan, pengguna layanan, hirarkhi struktur organisasi, serta langkah-langkah kerja dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Pelaksanaan SOP dalam penyelengaraan pemerintahan memiliki multifungsi baik sebagai alat deteksi potensi penyimpangan dari tugas pokok dan fungsi; sebagai alat koreksi atas setiap penyimpangan yang terjadi; sebagai alat evaluasi untuk meningkatkan kinerja setiap satuan kerja ke tingkat yang lebih efektif, efisien, profesional, transparan dan handal. Kinerja satuan unit kerja yang efisien merupakan syarat mutlak bagi pemerintah untuk mencapai tujuannya dan merupakan salah satu alat terpenting dalam membawa instansi pemerintah dalam mewujudkan visi dan misinya.  Evaluasi kinerja pada instansi pemerintah memiliki kekhususan tersendiri yang membedakannya dengan evaluasi kinerja pada organisasi privat yang berorientasi eksternal (pelayanan) dan dilandasi oleh motif mencari keuntungan. Pada unit-unit kerja instansi pemerintah, standar penilaian kinerja yang sifatnya eksternal atau berhubungan langsung dengan publik umumnya didasarkan pada indikator-indikator responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Sementara standar penilaian kinerja yang sifatnya internal didasarkan pada SOP dan pengendalian program kerja dari instansi yang bersangkutan. Kedua jenis standar ini (eksternal maupun internal) diarahkan untuk menilai sejauhmana akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dicapai. Artinya, standar eksternal maupun standar internal pada akhirnya akan bermuara pada penilaian tercapainya masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (results), manfaat (benefits) dan dampak (impacts) yang dikehendaki dari suatu program.
Pada prinsipnya, standar operasional prosedur lebih diorientasikan pada penilaian kinerja internal kelembagaan, terutama dalam hal kejelasan proses kerja di lingkungan organisasi termasuk kejelasan unit kerja yang bertanggungjawab, tercapainya kelancaran kegiatan operasional dan terwujudnya koordinasi, fasilitasi dan pengendalian yang meminimalisir tumpang tindih proses kegiatan di lingkungan sub-sub bagian dalam organisasi yang bersangkutan. Standar operasional prosedur berbeda dengan pengendalian program yang lebih diorientasikan pada penilaian pelaksanaan dan pencapaian outcome dari suatu program/kegiatan. Namun keduanya saling berkaitan karena standar operasional prosedur merupakan acuan bagi aparat dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, termasuk dalam pelaksanaan program/kegiatan.
Standar Operasional Prosedur dapat digunakan untuk penilaian kinerja secara eksternal, dan apabila pedoman yang sifatnya internal ini digabungkan dengan pedoman eksternal (penilaian kinerja organisasi publik di mata masyarakat) berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas, akan mengarah pada terwujudnya akuntabilitas kinerja aparatur dan instansi pemerintah. Selama ini, penilaian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah umumnya didasarkan pada standar eksternal, padahal sebagai bentuk organisasi publik, instansi pemerintah memiliki karakteristik khusus yakni sifat birokratis dalam internal organisasinya. Oleh karena itu, untuk menilai pelaksanaan mekanisme kerja internal tersebut unit kerja pelayanan publik harus memiliki acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi yang bersangkutan dalam bentuk standar operasional prosedur.  Menyadari pentingnya SOP dalam penyenggaraan pemerintahan dan hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja instansi pemerintah memiliki SOP, pemerintah propinsi Jawa Barat dalam upaya meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah menetapkan Surat Keputusan Gubernur No. 67 Tahun 2004 tentang pedoman penyusunan SOP. Dengan dikeluarkannya SK Gubernur tersebut, pemerintah Propinsi Jawa Barat mewajibkan kepada setiap satuan unit kerja dilingkungan pemerintah propinsi Jawa Barat untuk menyusun SOP dan menerapkan di satuan unit kerjanya dengan harapan melalui penerapan SOP ini akuntabilitas kinerja instansi pemerintah secara internal maupun internal dapat terwujud. Seharusnyalah setiap satuan unit kerja pelayanan publik instansi pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acuan dalam bertindak, agar akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dievaluasi dan terukur.

V.          Penutup
Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa standar operasional prosedur sebagai alat penilaian kinerja berorientasi pada penilaian kinerja internal kelembagaan, terutama dalam hal kejelasan proses kerja di lingkungan organisasi termasuk kejelasan unit kerja yang bertanggungjawab, tercapainya kelancaran kegiatan operasional dan terwujudnya koordinasi, fasilitasi dan pengendalian yang meminimalisir tumpang tindih proses kegiatan di lingkungan sub-sub bagian dalam organisasi yang bersangkutan. Standar operasional prosedur berbeda dengan pengendalian program yang lebih diorientasikan pada penilaian pelaksanaan dan pencapaian outcome dari suatu program/kegiatan. Namun keduanya saling berkaitan karena standar operasional prosedur merupakan acuan bagi aparat dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya termasuk dalam pelaksanaan kegiatan program.
Selama ini, penilaian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah umumnya didasarkan pada standar eksternal padahal sebagai bentuk organisasi publik, instansi pemerintah memiliki karakteristik khusus yakni sifat birokratis dalam internal organisasinya. Oleh karena itu apabila pedoman yang sifatnya internal ini jika digabungkan dengan pedoman eksternal (penilaian kinerja organisasi publik di mata masyarakat) berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas, maka akan mengarah pada terwujudnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja instansi pemerintah memiliki SOP, karena itu seharusnyalah setiap satuan unit kerja pelayanan publik instansi pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acuan dalam bertindak. Melalui penerapan SOP ini akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dievaluasi dan terukur.















Daftar Pustaka

AgusDwiyanto. 1999. “Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik”. Makalah
Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik Kebijakan dan Persiapannya. Jurusan
Ilmu Administrasi Negara FISIPOL UGM Yogyakarta.
Charles Lenvine. 1990. Public Administration : Challenges, Choice, Consequences. Glenview Illinois : Scott Foreman/Little Brown Higher Education.
Djamaludin Antjok. 1999. “Penyelenggaraan Good Governance di Indonesia”. Makalah.
Disampaikan pada Diskusi Panel Penyelenggaraan Good Governance di
Indonesia yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Inpres No. 7 Tahun 1999, Tentang Penyusunan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
James L. Gibson dkk. 1997. Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Struktur dan Proses. Jakarta : Erlangga.
L.W.    Rue dan L.L. Byars. 1980. Management : Theory and Application. Homewood Illinois : Richard D. Irwin Inc.
Keputusan Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit Badan Pengawasan Daerah Propinsi Jawa Barat.
Keputusan Gubernur Jawa Barat No.67 Tahun 2004, tentang Pedoman Penyusunan SOP.
Martin R. Weisbord. 1988. Organisational Diagnosis : A Workbook of Theory and Practice. USA : Addison-Wesley Publishing Co.
Michael Sokol dan Robert Oresick. 1986. “Managerial Performance Appraisal” dalam Performance Assesment: Methods and Appreciations, ed. Ronald A. Berk. The John Hopkins UP.
Miftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
_____. 1993. Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Richard M. Steers. 1980. Efektivitas Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Suhadi Sigit. 2000. Teori Kepemimpinan dalam Manajemen. Yogyakarta : Arrmurita.
SuratKeputusan Menpan No. KEP/25/M.PAN/2/2004, Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah
The Liang Gie. 1992. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta: Liberty
Yeremias T. Keban. 1995. “Kinerja Organisasi Publik”. Bahan Seminar Sehari dalam rangka Purna Tugas Drs. Sediyono. FISIPOL UGM Yogyakarta.

William B. Werther, Jr dan Keith Davis. 1996. Human Resources and Personnel Management. USA: McGraw-Hill,Inc. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar