Kamis, 13 September 2012

Pendopo Purwakarta

Pendopo adalah bangunan pertama pemerintah kabupaten yang didirikan sejalan dengan pembangunan kota Purwakarta sebagai ibukota baru Kabupaten Karawang. Dengan kata lain, bangunan pendopo merupakan tonggak sejarah kota Purwakarta.
            Pendopo dibangun di sebelah selatan alun-alun. Bila mengacu pada peresmian kota Purwakarta (20 Juli 1831), setelah kehidupan di kota itu menunjukkan perkembangan, berarti pendopo selesai dibangun pada awal tahun 1831. Pada paruh pertama abad ke-19, pada tahap awal, pendopo di daerah Jawa Barat umumnya dibangun secara sederhana berupa bangunan tradisional. Badan bangunan dari kayu dan bambu. Atap dari ijuk atau alang-alang (Hardjasaputra, ed. 1998). Pendopo di Purwakarta pun demikian. Bangunan itu dibuat dengan arsitektur tradisional Sunda, antara lain bentuk atap yang biasa disebut Julang Ngapak. Tenaga utama yang membangun alun-alun dan pendopo tentu penduduk Distrik Sindangkasih. Bupati boleh jadi berperan sebagai arstiteknya.
Dalam membangun pusat pemerintahan tradisional, pendopo biasanya didirikan hampir bersamaan waktunya dengan pembangunan alun-alun dan masjid agung. Selain sebagai kantor pemerintahan, sebagian ruang pendopo menjadi tempat tinggal bupati. Ruang itu biasa disebut padaleman, karena bupati biasa disebut dalem oleh rakyatnya. Pendopo juga biasa digunakan sebagai tempat pendidikan sejumlah anak elit pribumi, sehingga pendidikan di tempat itu disebut “Sekolah Kabupaten”. Dalam waktu tertentu, di pendopo digelar pertunjukan kesenian tradisional. Hal itu berarti pendopo selain berfungsi sebagai pusat pemerintahan, juga memiliki fungsi sosial budaya.
            Sebagai konsekuensi perpindahan ibukota Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Purwakarta, maka prioritas utama kegiatan pemerintah kabupaten adalah pembangunan fisik kota Purwakarta. Pada masa pemerintahan Bupati Sastra Adiningrat I (1854 – 1863), bangunan pendopo direnovasi (1854/1856?). Atap bangunan diganti dengan genteng dan lantai bangunan ditembok. Badan bangunan tetap mempertahankan arsitektur tradisional. Bangunan samping tempat tinggal bupati direnovasi menjadi bangunan permanen dengan arsitektur modern, seperti terlihat dalam kondisi sekarang. Kegiatan itu dilakukan sejalan dengan bertambahnya status Purwakarta menjadi ibukota Keresidenan Karawang.
            Sampai akhir masa pemerintahan Hindia Belanda (awal tahun 1942), pendopo sebagai kantor pusat pemerintahan Kabupaten Karawang diduduki oleh 7 orang bupati secara berturut-turut, yaitu :
  1. Bupati R.A.A. Suriawinata alias “Dalem Sholawat” (1830 – 1849)
  2. Bupati R.T. Sastranagara (1849 – 1854)
  3. Bupati R.T.A. Sastradiningrat I (1854 – 1863)
  4. Bupati R.T.A. Sastradiningrat II (1863 – 1886), dijuluki “Dalem Bintang”
  5. Bupati R.T.A. Sastradiningrat III (1886 – 1911)
  6. Bupati R.T.A. Gandanegara (1911 – 1925)
  7. Bupati R.A.A. Suriamiharja (1925 – 1942)
(Hardjasaputra, ed., 2004 : 238-239).
Pada zaman pendudukan Jepang, pendopo tidak diduduki oleh tentara Jepang, karena jabatan bupati tetap dipegang oleh orang pribumi. Waktu itu pendopo dikuasai oleh Bupati R.T. Pandu Suriadiningrat (1942 – 1945). Dengan kata lain, pada waktu itu pendopo tetap berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan kabupaten.
Pada zaman revolusi kemerdekaan (1945 – 1950), pendopo di Purwakarta berubah fungsi. Hampir selama waktu itu, pendopo tidak menjadi kantor pusat pemerintahan kabupaten, karena pusat pemerintahan Kabupaten Karawang terpaksa mengungsi ke Subang, akibat Purwakarta menjadi medan perjuangan dan sering diserang musuh (pasukan Sekutu dan NICA/Belanda). Menurut beberapa informasi, waktu itu pendopo menjadi markas laskar rakyat Purwakarta. Hal itu berarti pada zaman revolusi kemerdekaan, pendopo menjadi prasarana perjuangan. Subang menjadi ibukota Kabupaten Karawang berlangsung sampai dengan pertengahan tahun 1968.
            Pendopo di Purwakarta kembali berfungsi sebagai kantor pusat pemerintahan kabupaten setelah terbentuknya Kabupaten Purwakarta baru (berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 -- pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950). Sejak waktu itu sampai dengan sekarang (2012), pendopo diduduki oleh 9 orang bupati Purwakarta secara berurutan, yaitu :
  1. Bupati R.H. Sunaryo Ronggowaluyo (1968 – 1969)
  2. Bupati R. Muchtar, Kol. Inf. (1969 – 1979)
  3. Bupati R.H.A. Abubakar, Kol. Inf. (1979 – 1980)
  4. Bupati Drs. Mukdas Dasuki, Letkol AU (1980 – 1982)
  5. Bupati R.H.A. Abubakar, Kol. Purn. (1982 – 1983)
  6. Bupati Drs. H. M. Sudarna T.M., S.H. (1983 – 1993)
  7. Bupati Drs. H. Bunyamin Dudih, S.H. (1993 – 2003)
  8. Bupati Drs. H. Tb. Lily Hambali Hasan (2003 – 2008).
  9. Bupati Dedi Mulyadi, SH ( 2008- sekarang)
Eksistensi para bupati tersebut, secara tidak langsung menunjukkan pentingnya fungsi pendopo pada setiap masa pemerintahan bupati.
Bangunan pendopo dengan arsitektur tradisional meruapakan ciri khas kota kabupaten. Selain untuk kegiatan pemerintahan, pada setiap zaman, pendopo biasa digunakan untuk kegiatan sosial budaya dalam waktu tertentu. Boleh jadi, pada pertengahan abad ke-19, sebagian ruang pendopo itu digunakan sebagai sekolah..
            Berdasarkan usia dan fungsinya, bangunan pendopo Purwakarta memiliki nilai sejarah yang tinggi, karena selain sebagai “tonggak sejarah” kota Purwakarta, bangunan itu merupakan sarana utama bagi kegiatan pemerintahan kabupaten hampir sepanjang zaman yang dilaluinya. Oleh karena itu, bangunan tersebut harus dilindungi dan dilestarikan, karena merupakan Benda Cagar Budaya (BCB) yang dilindungi oleh undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar