Telah disebutkan, bahwa pada awal masa pemerintahan Bupati Sastra Adiningrat I (tahun 1854), Purwakarta menjadi ibukota Keresidenan Karawang. Akan tetapi, untuk beberapa waktu lamanya, residen Karawang tetap berkedudukan di kota Karawang. Dalam waktu tertentu ia datang ke Purwakarta. Hal itu disebabkan di kota Purwakarta belum dibangun gedung keresidenan dan belum ada sarana transportasi yang memadai. Namun demikian, kedudukan kota Purwakarta sebagai pusat pemerintahan keresidenan, telah menimbulkan perubahan situasi kota tersebut. Sejak waktu itu dinamika kehidupan di kota Purwakarta makin mengarah pada kehidupan modern.
Gedung Keresidenan di Purwakarta baru dibangun sejalan dengan pembangunan jalan kereta api antara Jakarta (Batavia) – Padalarang lewat Purwakarta pada awal abad ke-20. Jalur kereta api Karawang – Purwakarta (41 kilometer) diresmikan tanggal 27 Desember 1902. Jalur itu sampai di Padalarang tahun 1906. Boleh jadi, gedung keresidenan di Purwakarta dibangun sekitar tahun 1902.
Setelah gedung keresidenan selesai dibangun dan transportasi kereta api Jakarta (Batavia) – Padalarang lewat Purwakarta dibuka, residen Karawang pindah dari Karawang ke Purwakarta. Keberadaan gedung keresidenan dengan arsitektur modern, mengubah suasana kota mengarah ke kota modern.
Pada zaman Pendudukan Jepang, gedung tersebut menjadi Honbu Kenpeitai (Markas Polisi) Jepang, bagian dari pasukan Detasemen Syoji. Rupanya pihak Jepang memahami arti penting Purwakarta bagi mereka. Sejak waktu itu situasi dan kondisi di Purwakarta tentu mengalami perubahan, baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang sosial ekonomi (Hardjasaputra, ed., 2004 : 85).
Pada zaman revolusi kemerdekaan, Gedung Keresidenan difungsikan sebagai Markas Resimen V pimpinan Letnan Kolonel Sumarna (Bratakusumah, wawancara, 20 Mei 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar