Kamis, 05 Desember 2013

Icebreaker

ICE-BREAKER DAN ENERGISER


Pelatihan yang dikembangkan dengan pendekatan partisipatif, pengendalian kondisi dan suasana pelatihan merupakan hal yang peranannya tidak dapat dianggap ringan. Karena pelatihan juga menekankan pada proses, maka kondisi yang terbangun selama pelatihan akan mempengaruhi pencapaian output. Dengan kata lain menjaga dinamika kelas atau peserta adalah penting.

Dinamika kelas harus sejak dini ‘direkayasa’ sedemikian rupa agar keterlibatan seluruh warga pelatihan tetap tinggi. Salah satu masalah yang sering timbul dalam pelatihan partisipatif adalah tidak terciptanya suasana dan iklim pelatihan yang baik, karena belum menyatunya peserta dengan pendekatan pelatihan yang ada. Misalnya, pemahaman akan norma pendekatan partisipatif  atau perasaan satu tim seluruh warga belajar. Sebagai contoh, guru di dalam kelas diharapkan untuk mengajar dan murid diharapkan untuk belajar. Suatu ide bahwa murid dapat mengajar, guru dapat diajar adalah sesuatu yang tidak biasa. Tetapi apabila murid dapat diharapkan oleh murid dan guru lain, ini tidak biasa dan memerlukan perubahan dalam hal peranan, norma kelompok, dan kepemimpinan dalam warga pelatihan. Perubahan semacam itu akan merupakan ketidak-nyamanan, kekaburan dan konflik. Hal itu mengurangi kemampuan untuk memecahkan masalah secara efektif. 

Berdasarkan pengalaman, kegiatan bersama (satu tim) akan timbul apabila semua menyadari bahwa mereka melakukan secara spontan, terbuka dan penuh kehangatan serta tidak dibuat-buat. Untuk itulah bentuk ‘kepemimpinan’ dalam pelatihan harus didistribusikan secara merata kepada seluruh warga belajar, agar dinamika terjaga.

Pada pelatihan yang berdurasi relatif panjang, atau dengan pendekatan yang  monoton dan kurang melibatkan peserta, kegairahan peserta dalam mengikuti setiap materi menjadi menurun. Ini merupakan bagian yang berat bagi fasilitator. Untuk itu rangkaian materi dalam pelatihan harus diselingi dengan kegiatan “pemecah kebekuan” atau “ICE-BREAKER” dan pembangkit daya dan dinamika atau “energiser”.

Secara umum pembentukan suasana ditujukan antara lain untuk :
  • memecahkan kebekuan suasana pelatihan
  • merangsang minat dan perhatian peserta pelatihan
  • menghantarkan suatu pokok bahasan tertentu yang menjadi materi utama  kegiatan yang bersangkutan
  • menciptakan kondisi yang berimbang antara pelatih dan peserta, serta antar peserta yang ‘berbeda’ level

Tidak ada teori khusus yang dikembangkan mengenai “pemecah kebekuan” ini. Pada dasarnya ketrampilan ini dikembangkan lewat pengembangan kepekaan yang tinggi seorang fasilitator dalam memproses pelatihan. Orang awam sering bilang, jam terbanglah yang menentukannya, filosofi pelatihan yang berkembang yakni pelatihan berdasar pengalaman (pelatihan orang dewasa). Kuncinya adalah keberanian bereksperimen. Namun demikian, dengan merujuk tujuan di atas, setidaknya ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam penyajiannya. Kalau tidak, lelucon yang ingin ditampilkan dalam ICE-BREAKER menjadi tidak tercipta sama sekali. 
Hal tersebut adalah :


Ada beragam bahan untuk memecah “es” ini. Tidak selalu dengan permainan. Cerita pendek dan fiktif bisa disajikan sebagai bahan lain, atau kegiatan lain. Yang penting dia sama sekali berbeda dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya. Permainan, kurang sesuai diberikan sebagai pemecah kebekuan bila dalam pelatihan telah banyak menggunakan metodologi games (permainan). Ingat, permainan sebagai ‘ice breaker’ dan permainan sebagai metode pelatihan adalah sama dan tidak sebangun, alias bisa berbeda. Isi ICE-BREAKER yang sama bisa digunakan untuk materi yang berbeda, kemampuan fasilitator meramu yang menentukan keberhasilannya.


Penyajian ice-breaker juga mesti mengingat waktu. Artinya tidak bisa terlalu sering, karena bahkan akan membosankan. Demikian halnya, harus diingat waktu yang dibutuhkan dalam memproses bahan ICE-BREAKER.
ICE-BREAKER dengan model permainan, biasanya memakan waktu relatif lama. Untuk itu harus dipertimbangkan dengan waktu untuk materi utama, kecuali bila dimaksudkan untuk menghantar. Cara dengan permainan panjang ini akan cukup manjur dilakukan bila “es sangat beku”  seperti kondisi mengantuk atau proses perdebatan yang terjadi “susah disimpulkan”.  Misalnya diskusi yang seru tentang perlu atau tidaknya agro-input diberikan. Kepekaan Anda sebagai fasilitator yang menentukannya.


Mengingat waktu dan isi, ditambah lagi dengan kondisi lokasi / tempat, boleh jadi ICE-BREAKER tidak dapat melibatkan semua orang. Yang penting diingat adalah, kepekaan memilih pesertanya. Bila ICE-BREAKER ditujukan untuk memecah kebekuan kelas, usahakan suatu bentuk yang melibatkan semua orang. Bila kelas terasa didominasi sebagian orang, dalam ICE-BREAKER inilah saatnya untuk “mengabaikan” mereka dan memilih mereka yang “terabaikan”, terutama perempuan. Untuk membangkitkan keberanian mereka, pilih proses yang mudah atau manipulasi permainan, sehingga mereka mampu melakukannya dan membangkitkan kepercayaan dirinya.
Ingat, fasilitator adalah bagian dari warga pelatihan. Libatkan secara penuh diri anda dalam kegiatan di dalamnya, termasuk proses “ICE-BREAKER”.

Tidak jarang, seorang fasilitator “hambar” dalam menyajikan ICE-BREAKER. Ini disebabkan, ICE-BREAKER hanya dianggap dan diperlakukan sekadar sebagai permainan. Padahal sebenarnya, dalam pelatihan orang dewasa, setiap kegiatan indah untuk dikaji. Untuk itu bahan ICE-BREAKER perlu diolah sehingga enak untuk disajikan dan menjadi bagian yang memperkaya keseluruhan tubuh pelatihan. Memproses suatu kegiatan ICE-BREAKER sama “menyenangkan” atau “menjengkelkannya” dengan memproses materi inti pelatihan. Bila di dalam pelatihan dikenal KAKI LIMA sebagai langkah memproses, demikian halnya dengan ICE-BREAKER. Sekadar mengingatkan, langkah tersebut adalah :

                                                                   
     


                                                                                                              
         
           



                                            





Dengan demikian, jangan biarkan setiap permainan atau lelucon dalam ICE-BREAKER berlalu tanpa mengkaji makna yang dikandungnya. Dengan demikian kemampuan bertanya atau mengungkap arti dibalik permainan adalah kuncinya.


Pada beberapa kegiatan, ICE-BREAKER disajikan dengan menggunakan alat dan bahan pembantu. Bila harus demikian, pandai-pandailah memilih alat bantu yang sesuai dengan kondisi peserta. Hindari pemakaian alat atau bahan yang susah didapat di lokasi. Hal ini penting, sehingga peserta dapat mereplikasikannya selepas pelatihan dengan bahan yang ada. Pemakaian bahan yang mahal juga akan menimbulkan dampak kurang baik, karena dapat mengundang pemikiran peserta mengenai “kemewahan” suatu proses pelatihan. Prinsip ini sama dengan prinsip pemilihan alat bantu belajar dalam pelatihan secara umum. Memperbanyak alat-alat bantu visual akan memudahkan memproses serta diingat oleh peserta pelatihan.



Kaidah umum, adalah nilai umum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Hal ini menyangkut nilai sosial, agama, budaya (tata krama), dan bahasa, termasuk bahasa tubuh. Hal-hal tersebut juga berlaku dalam penyajian ICE-BREAKER. Misalnya, ICE-BREAKER mana yang tepat digunakan untuk pelatihan pejabat, petani, orang tua, perempuan dan lain-lain. Meskipun pada dasarnya setiap bahan ICE-BREAKER bisa diproses untuk siapa saja, namun ada baiknya anda sebagai fasilitator memperhatikan hal ini, bila anda belum terampil meramunya. Ini lebih baik, daripada memaksakan, dan akhirnya merusak suasana pelatihan secara keseluruhan. Yah, ukuran kepantasan-lah !
Contohnya : permainan yang dilakukan secara berpasangan, sebaiknya hati-hati memilih pasangan dalam permainan. Pasangan pria – wanita sebaiknya dihindari bila anda belum begitu mengenal kondisi peserta (bisa menjadi hal yang sensitif).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar