ICE-BREAKER DAN
ENERGISER
Pelatihan yang dikembangkan dengan pendekatan partisipatif,
pengendalian kondisi dan suasana pelatihan merupakan hal yang peranannya tidak
dapat dianggap ringan. Karena pelatihan juga menekankan pada proses, maka
kondisi yang terbangun selama pelatihan akan mempengaruhi pencapaian output.
Dengan kata lain menjaga dinamika kelas atau peserta adalah penting.
Dinamika kelas harus sejak dini ‘direkayasa’ sedemikian rupa
agar keterlibatan seluruh warga pelatihan tetap tinggi. Salah satu masalah yang
sering timbul dalam pelatihan partisipatif adalah tidak terciptanya suasana dan
iklim pelatihan yang baik, karena belum menyatunya peserta dengan pendekatan
pelatihan yang ada. Misalnya, pemahaman akan norma pendekatan partisipatif atau perasaan satu tim seluruh warga belajar.
Sebagai contoh, guru di dalam kelas diharapkan untuk mengajar dan murid
diharapkan untuk belajar. Suatu ide bahwa murid dapat mengajar, guru dapat
diajar adalah sesuatu yang tidak biasa. Tetapi apabila murid dapat diharapkan
oleh murid dan guru lain, ini tidak biasa dan memerlukan perubahan dalam hal
peranan, norma kelompok, dan kepemimpinan dalam warga pelatihan. Perubahan
semacam itu akan merupakan ketidak-nyamanan, kekaburan dan konflik. Hal itu
mengurangi kemampuan untuk memecahkan masalah secara efektif.
Berdasarkan pengalaman, kegiatan bersama (satu tim) akan
timbul apabila semua menyadari bahwa mereka melakukan secara spontan, terbuka
dan penuh kehangatan serta tidak dibuat-buat. Untuk itulah bentuk
‘kepemimpinan’ dalam pelatihan harus didistribusikan secara merata kepada
seluruh warga belajar, agar dinamika terjaga.
Pada pelatihan yang berdurasi relatif panjang, atau dengan
pendekatan yang monoton dan kurang
melibatkan peserta, kegairahan peserta dalam mengikuti setiap materi menjadi
menurun. Ini merupakan bagian yang berat bagi fasilitator. Untuk itu rangkaian
materi dalam pelatihan harus diselingi dengan kegiatan “pemecah kebekuan” atau
“ICE-BREAKER” dan pembangkit daya dan
dinamika atau “energiser”.
Secara umum pembentukan suasana ditujukan antara lain untuk :
- memecahkan
kebekuan suasana pelatihan
- merangsang minat
dan perhatian peserta pelatihan
- menghantarkan
suatu pokok bahasan tertentu yang menjadi materi utama kegiatan yang bersangkutan
- menciptakan
kondisi yang berimbang antara pelatih dan peserta, serta antar peserta
yang ‘berbeda’ level
Tidak ada teori khusus yang dikembangkan mengenai “pemecah
kebekuan” ini. Pada dasarnya ketrampilan ini dikembangkan lewat pengembangan
kepekaan yang tinggi seorang fasilitator dalam memproses pelatihan. Orang awam
sering bilang, jam terbanglah yang menentukannya, filosofi
pelatihan yang berkembang yakni pelatihan berdasar pengalaman (pelatihan orang
dewasa). Kuncinya adalah keberanian bereksperimen. Namun demikian, dengan
merujuk tujuan di atas, setidaknya ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan
dalam penyajiannya. Kalau tidak, lelucon yang ingin ditampilkan dalam ICE-BREAKER menjadi tidak tercipta sama
sekali.
Hal tersebut adalah :
Penyajian ice-breaker juga mesti mengingat
waktu. Artinya tidak bisa terlalu sering, karena bahkan akan membosankan. Demikian
halnya, harus diingat waktu yang dibutuhkan dalam memproses bahan ICE-BREAKER.
ICE-BREAKER dengan model
permainan, biasanya memakan waktu relatif lama. Untuk itu harus dipertimbangkan
dengan waktu untuk materi utama, kecuali bila dimaksudkan untuk menghantar.
Cara dengan permainan panjang ini akan cukup manjur dilakukan bila “es sangat
beku” seperti kondisi mengantuk atau
proses perdebatan yang terjadi “susah disimpulkan”. Misalnya diskusi yang seru tentang perlu atau
tidaknya agro-input diberikan. Kepekaan Anda sebagai fasilitator yang
menentukannya.
Mengingat waktu dan isi, ditambah lagi dengan kondisi lokasi
/ tempat, boleh jadi ICE-BREAKER
tidak dapat melibatkan semua orang. Yang penting diingat adalah, kepekaan
memilih pesertanya. Bila ICE-BREAKER
ditujukan untuk memecah kebekuan kelas, usahakan suatu bentuk yang melibatkan
semua orang. Bila kelas terasa didominasi sebagian orang, dalam ICE-BREAKER inilah saatnya untuk
“mengabaikan” mereka dan memilih mereka yang “terabaikan”, terutama perempuan.
Untuk membangkitkan keberanian mereka, pilih proses yang mudah atau manipulasi
permainan, sehingga mereka mampu melakukannya dan membangkitkan kepercayaan
dirinya.
Ingat, fasilitator adalah bagian dari warga
pelatihan. Libatkan secara penuh diri anda dalam kegiatan di dalamnya, termasuk
proses “ICE-BREAKER”.
Tidak jarang, seorang fasilitator “hambar” dalam menyajikan ICE-BREAKER. Ini disebabkan, ICE-BREAKER hanya dianggap dan
diperlakukan sekadar sebagai permainan. Padahal sebenarnya, dalam pelatihan
orang dewasa, setiap kegiatan indah untuk dikaji. Untuk itu bahan ICE-BREAKER perlu diolah sehingga enak
untuk disajikan dan menjadi bagian yang memperkaya keseluruhan tubuh pelatihan.
Memproses suatu kegiatan ICE-BREAKER
sama “menyenangkan” atau “menjengkelkannya” dengan memproses
materi inti pelatihan. Bila di dalam pelatihan dikenal KAKI LIMA sebagai
langkah memproses, demikian halnya dengan ICE-BREAKER.
Sekadar mengingatkan, langkah tersebut adalah :
Dengan demikian, jangan biarkan setiap
permainan atau lelucon dalam ICE-BREAKER
berlalu tanpa mengkaji makna yang dikandungnya. Dengan demikian kemampuan
bertanya atau mengungkap arti dibalik permainan adalah kuncinya.
Pada beberapa kegiatan, ICE-BREAKER
disajikan dengan menggunakan alat dan bahan pembantu. Bila harus demikian,
pandai-pandailah memilih alat bantu yang sesuai dengan kondisi peserta. Hindari
pemakaian alat atau bahan yang susah didapat di lokasi. Hal ini penting,
sehingga peserta dapat mereplikasikannya selepas pelatihan dengan bahan yang
ada. Pemakaian bahan yang mahal juga
akan menimbulkan dampak kurang baik, karena dapat mengundang pemikiran peserta
mengenai “kemewahan” suatu proses
pelatihan. Prinsip ini sama dengan prinsip pemilihan alat bantu belajar dalam
pelatihan secara umum. Memperbanyak alat-alat bantu visual akan memudahkan
memproses serta diingat oleh peserta pelatihan.
Kaidah
umum, adalah nilai umum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Hal ini
menyangkut nilai sosial, agama, budaya (tata krama), dan bahasa, termasuk
bahasa tubuh. Hal-hal tersebut juga berlaku dalam penyajian ICE-BREAKER. Misalnya, ICE-BREAKER mana yang tepat digunakan
untuk pelatihan pejabat, petani, orang tua, perempuan dan lain-lain. Meskipun
pada dasarnya setiap bahan ICE-BREAKER
bisa diproses untuk siapa saja, namun ada baiknya anda sebagai fasilitator
memperhatikan hal ini, bila anda belum terampil meramunya. Ini lebih baik,
daripada memaksakan, dan akhirnya merusak suasana pelatihan secara keseluruhan.
Yah, ukuran kepantasan-lah !
Contohnya : permainan yang dilakukan secara
berpasangan, sebaiknya hati-hati memilih pasangan dalam permainan. Pasangan
pria – wanita sebaiknya dihindari bila anda belum begitu mengenal kondisi
peserta (bisa menjadi hal yang sensitif).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar