Rabu, 27 November 2013


UPAYA  PERMANEN DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI  SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN  REFORMASI BIROKRASI 
DI INDONESIA

Oleh :
ROEDI HARTONO
PENDAHULUAN
A.   LatarBelakang
Indonesia menurut hasil survei “Transparansi Internasional” tahun 2011 termasuk negara korup yang cukup memprihatinkan, yaitu ranking ke 100 dari 182 negara. Jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang masuk ranking 44 dari 182 negara, apalagi dengan Singapura yang masuk ke dalam 5 negara terbersih dari tindakan korupsi setelah Swedia, Denmark, Finlandia dan Selandia Baru.
Untuk menjadi manusia atau negara yang bebas dari berbagai tindakan penyimpangan tersebut, ternyata sangat sulit karena banyak sekali faktor penyebabnya. Hal ini dibuktikan oleh negara kita, banyak kebijakan, program, tindakan dan slogan-slogan untuk memberantas penyakit ini yang dikeluarkan oleh berbagai pihak,namun tidak ada satupun yang manjur. Hampir di setiap pekerjaan yang dilaksanakan berbagai pihak selalu ada celah dan peluang untuk terjadinya penyimpangan dan kesempatan ini tidak pernah dilewatkan.
Ternyata, tindakan penyimpangan ini sudah menjadi penyakit umum yang gampang  menyebar dan hinggap di setiap orang Indonesia. Di mulai dari aparat berbagai lembaga, dunia politik, dunia usaha, dunia pendidikan sampai ke masyarakat sendiri, sangat rentan untuk dihinggapi penyakit ini. Sebenarnya banyak obat atau cara yang telah ditawarkan untuk menghilangkannya sampai tuntas. Namun karena kurangnya tekad dan kesungguhan untuk meninggalkan, maka penyimpangan ini terus terjadi di mana-mana.
Penyakit korupsi ibarat candu atau nikotin, karena sudah masuk ke dalam jaringan sistem syaraf, maka akan membuat melayang dan nikmat bagi para penggunanya. Sebenarnya nikmat yang ditimbulkan candu atau nikotin itu semu dan menipu, namun karena sistem syaraf yang mengatur segala tindakan yang dihinggapinya, maka akan selalu ketagihan dan merasa sayang atau enggan untuk meninggalkannya.
Banyak negara yang telah berhasil membersihkan dari tindakan korupsi, seperti halnya Hongkong. Negara yang termasuk jajahan atau koloni Inggris ini sedemikian parahnya tingkat korupsi yang terjadi, hampir mencapai99% aparat penegak hukum, yaitu polisi, hakim dan jaksa serta diikuti oleh pihak-pihak lainnya terlibat dalam tindakan kotor ini. Namun karena tekad yang kuat serta kesungguhan untuk memberantasnya, maka Hongkong berhasil menjadi negara yang relatif bersih dari penyakit tersebut.
Indonesia bisa bercermin dari tekad yang kuat dan kesungguhan Hongkong dalam memberantas korupsi, namun cara yang ditempuh kurang cocok dengan kondisi yang ada di negara kita. Hongkong dengan “menyewa” aparat/polisi dari negara koloni Inggris lainnya yaitu Australia dan India berhasil menghabisi penyakit korupsi tersebut. Para koruptor bisa bebas dari jeratan hukum asal pergi selamanya dari Hongkong dan dipersilakan membawa keluarga dan seluruh hartanya.
Apa saja yang bisa dilakukan di Indonesia dalam memberantas korupsi ini? Banyak cara yang disampaikan oleh para ahli dan sudah banyak juga cara-cara tersebut dilaksanakan, namun hasilnya tidak signifikan.Tindakan penyimpanganatau penyalahgunaan wewenang dan jabatan tersebut tidak pernah terganggu, bagaikan “anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”.
Erika (2003) dalam tulisannya merekomendasikan dalam memerangi korupsi ini, yaitu secara preventif dan represif. Upaya preventif meliputi : 1) Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dengan milik perusahaan atau milik Negara; 2) Memperbaiki penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta; 3) Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan  dan  pekerjaan; 4) Keteladan dari perilaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan; 6) Menumbuhkan  pemahaman  dan  kebudayaan  politik  yang  terbuka  untuk kontrol, koreksi dan peringatan;serta 6) Menumbuhkan “sense of belongingness” di kalangan  pejabat  dan  pegawai,  sehingga  mereka  merasa lembaga/perusahaan tersebut adalah milik sendiri, tidak perlu korupsi dan selalu berusaha berbuat yang terbaik. Sementara upaya represif meliputi: 1) Perlu penayangan wajah koruptor di televisi; dan 2) Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.
Sebagian dari rekomendasi tersebut sudah dilaksanakan, namun masih belum membuat jera para pelaku. Tingkat korupsi di Indonesia sampai saat ini sudahcukupparah, karena penyakitinisudahmengakar kuat dalamjiwa parakoruptordancalonkoruptor.Selanjutnyaberjalanterussecara sistemik, yaitumulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, serta menjalar ke berbagai pihak.Dengandemikian, ternyatapenyakit korupsi di negeri tercinta ini sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging, bahkan bisadikatakansudah menjadi karakter bangsakita.
Karakter sebenarnya bukan hal yang permanen,sehingga dapat berubah walaupun perubahan tersebut membutuhkan waktu yang relative cukup lama. Oleh karena itu, dengan pendidikan karakter secara mendalam akan dapat merubah pola pikir (mindset). Diharapkan dengan perubahan polapikir ini, segala upaya pemberantasan korupsi di atas akan menjadikan bangsa Indonesia menuju kepada insan yang jujur dan amanah, sehingga penyakit korupsi akan menghilanguntuk selamanya.
B.   Permasalahan
Terdapat beberapa permasalahan yang sering terjadi dalam usaha menghindari berbagai penyimpangan, sehingga hasil yang diperoleh tidak sgnifikan. Beberapa permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.    Masih belum mantapnya tekad dan kesungguhan berbagai pihak dalam meninggalkan tindakan penyimpangan (korupsi).
2.    Belum adanya upaya yang lebih keras dalam memberikan hukuman kepada para pelaku, agar menimbulkan efek jera dan menjadi contoh bagi yang lain.
3.    Perlunya memberikan pendidikan karakter untuk merubah pola pikir (mindset) ke arah yang positif kepada semua pihak, baik pemerintah maupun swasta serta berbagai pihak lainnya.
C.   TujuanPenulisan
Seandainya tindakan korupsi telah berkurang bahkan lenyap di negeri tercinta ini, maka banyak hal yang akan menguntungkan bagi bangsa ini. Beberapa tujuan yang diharapkan dari tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.    Terdorongnya tekad dan kesungguhan hati yang kuat dalam upaya mengikis habis penyakit korupsi.
2.    Dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, maka perlu alternatif hukuman yang lebih setimpal bagi para pelaku, sehingga membuat jera dan tidak akan diikuti oleh yang lain.
3.    Agar segala upaya yang dilaksanakan untuk menghapus berbagai penyimpangan berhasil dengan signifikan, maka semua pihak khususnya pemerintah perlu diberikan pendidikan karakter, sehingga bisa merubah pola pikir (mindset) ke arah yang lebih baik.
D.   Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif, di mana permasalahan bersifat apa adanya atau aktual dan diiringi dengan interpretasi rasional yang seimbang. Adapun sumber informasi diperoleh melalui studi kepustakaan.

KAJIAN PUSTAKA
A.   Pengertian Korupsi dan Penyebabnya
Korupsi sebagai salah satu bentuk penyimpangan atau penghianatan dari kepercayaan yang diberikan, telah menjalar ke semua negara di dunia ini. Namun ada beberapa negara yang sudah bisa mengatasinya, sehingga hampir bebas dari penyakit korupsi tersebut. Beberapa negara khususnya negara berkembang seperti Indonesia masih sarat dengan penyimpangan. Adapun pengertian dan penyebab korupsi secara teoritis, akan dipaparkan dibawah ini.
Pengertian Korupsi
Istilah korupsisecara etimologi berasal dari bahasa latin “corrumpere”, “corruptio”, ataucorruptus, kemudian diadopsi oleh beberapa bangsa di dunia dan mereka memiliki istilah tersendiri mengenai korupsi. Inggris menggunakan istilah “corruption/corupt” yang artinya jahat, rusak atau curang, sedangkan Belanda dengan istilah “corruptie/Korrutie” dan diserap oleh Indonesia dengan istilah “korupsi”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), korup artinya busuk, palsu, atau suap. Sedangkan menurut Kamus Hukum (2002), korup adalah: suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; dan atau menerima uang dengan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Sementara dalam The lexicon webster dictionary, 1978, korup artinya kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, atau penyimpangan dari kesucian.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, jika dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya berbeda, namun pada prinsipnya mempunyai makna yang sama.Kartini (1983,) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan  wewenang dan   jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, namun merugikan kepentingan umum dan negara.Menurut surveiTransparansi International pada tahun 2011, korupsi diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan digunakan untuk keuntungan pribadi, baik sebagai pribadi, anggota keluarga, maupun kerabat dekat lainnya.
Muchtar Lubis (1977),mengutip pendapat Wertheim bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Demikian juga orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga bisa dikatagorikan  sebagai tindakan korupsi.Selanjutnya, dia menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi.
Penyebab Korupsi
Korupsi adalah perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Menurut Kemendagri (dalam Komunika 2012), terdapat 3 (tiga) faktor utama yang mendorong terjadinya korupsi di Indonesia, yakni:
1)    Faktor Individu Pelaku
a)   Manusia yang sedang berkuasa cenderung menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang, termasuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
b)   Bila seseorang memiliki integritas moral rendah (seperti imannya tidak kuat), maka orang tersebut cenderung melakukan KKN.

2)    Faktor Sosial Budaya
a)   Pada sebagian masyarakat Indonesia, kekayaanmerupakan wujud dari kesuksesan hidup, sehingga merekaberupaya menambah harta kekayaannya. Bahkanada kecenderungan masyarakat memberiapresiasi dan penghormatan terhadap orang-orangkaya tanpa mempersoalkan dari mana dia memperoleh harta kekayaan itu, termasukkemungkinan dari hasil korupsi.
b)   Budaya “menyampaikan ucapan terima kasih”berupa memberikan sesuatu kepada pihakyang membantu masih terbawa dalam perilakubirokrasi kita. Inilah yang disebut “Gratifikasisebagai implikasi dari adanya kolusi. Orang yangmemberi tentu punya harapan akan kembalimendapar orderpekerjaan. Sementara bagi yangmenerima, mencoba mencari pembenarannya.
c)    Masyarakat kita masih permisif terhadap perilakupelanggaran norma hukum, sehingga lemahnyakontrol sosial terhadap praktek penyalahgunaanweweng dalam penyelenggaraan pemerintahan.
DiperkuatHerbert Simon(1982), denganmenjelaskan bahwa beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu: 1) Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna; 2) Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes; 3) Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap; 4) Berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi; 5) Seperti halnya di India, menyuap  jarang dikutuk selama menyuap tidak  dapat dihindarkan; 6) Menurut kebudayaannya,seperti di Nigeria, tidak  dapat  menolak  suapan dan korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya; 7)Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuanpemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.
Sementara menurut Prof. Adi Sulistiyono selaku Guru Besar UNS (2009), mengutarakan bahwa beberapa penyebab korupsi menjadi langgeng di Indonesia negeri tercinta ini adalah sebagai berikut: 1) Masyarakat mempunyai mental suka “menerabas” (mendobrak aturan yang berlaku); 2) Masyarakat tidak menganggap korupsi  sebagai “aib”;  3) Rendahnya budaya malu; 4)Nilai ewuh pakewuh melekat pada masyarakat Indonesia; 5)Kontrol sosial masyarakat terhadap perilaku korupsi masih longgar; 6)Nilai kejujuran kurang mendapat penghargaan tinggi dimasyarakat; 7) Kurangnya keteladanan dari pimpinan; 8) Masyarakat mengukur status sosial dari “kekayaan” (uang dan kekuasaan); 9) Belum ada kesadaran bersama bahwa korupsi membuat hancurnya sebuah negara, penyebab kemiskinan, menimbulkan banyak pengangguran, dan meningkatnya utang; 10) Aparat penegak  hukum (polisi, jaksa, dan hakim) tidak memberi skala prioritas  utama pada pemberantasan korupsi; 11) Diskriminasi hukum yang dilakukan kejaksaan; 12) Lemahnya komitmen Mahkamah Agung; 13)Komitmen Presiden dan Wakil Presiden dalam memberantas korupsi tidak kuat dan kurang konsisten.
B.   Bahaya Korupsi dan Upaya Pemberantasannya
Bahaya Korupsi
Secara umum akibat yang ditimbulkan oleh korupsi tersebut adalah membuat kerugian negara, merusak sendi-sendi kebersamaan dan memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Akibat tindakan korupsi secara rinci, menurut Said Zaenal Abidin, salah seorang Penasihat KPK (2012) adalah sebagai berikut:
1)    Akibat terhadap Perekonomian Nasional, yaitu; a) Laju pertumbuhan ekonomi yang lamban; b) Pengangguran yang tinggi; c)  Jumlah orang miskin absolut yang tinggi; d) Tergantung pada utang/investasi luar negeri; dan e) Kebocoran dana pembangunan.
2)    Akibat terhadap Sumberdaya Alam, yaitu: a) Minyak akan habis sebelum tahun 2030; b) Tingkat kerusakan hutan sudah dalam keadaan bahaya (stadium 4); c) Pencemaran laut dan hilangnya potensi kelautan; serta d) Bencana alam marak secara nasional.
3)    Akibat terhadap Keamanan dan Ketahanan Negara, yaitu: a) Konflik vertikal dan horizontal; b) Disintegrasi (perpecahan); dan c) Kelemahan pertahanan.
4)    Akibat terhadap Sosial dan Budaya, yaitu: a)Keretakan kehidupan rumah tangga; b) Lahir generasi yang split personality(kepribadian ganda); c) Lahir budaya keganasan; dan d) Lahir budaya “Hedonisme” (kesenangan dan kekayaan materi menjadi tujuan utama hidup).
Upaya Pemberantasan Korupsi
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja, jika suatu negara ingin mencapai tujuannya dengan mulus. Hal inidikarenakanjika korupsi berlangsung secara terus menerus, maka perbuatan bejat dan kotor tersebut akan terbiasa dan menjadi subur serta akan menimbulkan sikap mental pejabat dan pegawai yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dengan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Oleh karena itu, mau tidak mau korupsi harus ditanggulangi secara tuntas dengan penuh tanggung jawab.
Ada beberapa upaya penanggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli di mana masing-masing melihat dari berbagai segi dan pandangan. Seperti halnya Adi Sulistiyono (2009), menyampaikan beberapa alternatif solusi memberantas korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut: 1) Membentuk perilaku  anti-korupsi melalui pendidikan; 2) Penanaman nilai-nilai budaya luhur pada masyarakat (kejujuran, budaya malu, disiplin,  kesederhanaan, dan daya juang); 3) Teladan dari keluarga dan pemuka masyarakat; 4) Membangun kesadaran masyarakat bahwa korupsi sama bahayanya dengan teroris; 5) Menjadikan korupsi menjadi musuh bersama masyarakat; 6) Carrot and stick(kecukupan dan hukuman) untuk birokrasi dan aparat penegak hukum; 7) Transparansi perencanaan program penganggaran; 8) Penerapan pembuktian terbalik secara murni dan memberi perlindungan hukum pada saksi pelapor; 9) Hukuman yang  sangat berat pada aparat penegak hukum yang korupsi pada waktu menangani kasus korupsi; 10) Presiden dan Wakil Presiden mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten dalam pemberantasan korupsi; serta 11) Mendukung  penegakan hukum yang  telah berhasil dilakukan oleh KPK. (merealisir RUU Anti-Korupsi; RUU KPK; dan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi) .
Sementara Kartini (1983), menyarankan bahwa penanggulangan korupsi perlu dilakukan sebagai berikut: 1) Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan tidak bersifat acuh tak acuh; 2) Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional; 3) Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan dalam memberantas dan menindak korupsi; 4) Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi; 5) Reorganisasidan rasionalisasidariorganisasi pemerintah,melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan di bawahnya; 6) Adanya  sistem  penerimaan  pegawai yang berdasarkan sistem “achievement”(prestasi) dan bukan berdasarkan sistem “ascription” (bertindak tanpa pembenaran); 7) Adanya  kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demikelancaran administrasi pemerintah; 8) Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur; 9) Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien; dan 10) Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.
C.   Metode Pendidikan Karakter
Tindakan korupsi di Indonesia ini ternyata cenderung dianggapsesuatu yang wajar, hal ini dikarenakan kebiasaan untuk melakukan korupsi telah “mendarah daging”. Perilaku korupsi sudah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi dianggap sebagai “penyakit”yang harus segera disembuhkan. Akibatnya, semakin sulit membedakan mana perilaku korupsi dan mana yang bukan korupsi. Jika seseorang sudah terbiasa melakukan tindakan korupsi, maka dia merasa bukan seorang koruptor (pencuri uang rakyat/negara) serta dia tidak akan merasa salah dan berdosa. Ibarat pencuri, jika dia disalahkan maka akan melakukan tindakan“maling teriak maling”.
Apabila sesuatu yang sudah biasa dikerjakan berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan dan akhirnya membentuk suatu karakter, maka agak susah untuk merubahnya. Kebiasaan tersebut sudah menempel kuat dalam pikirannya dan menjadikan pola pikir sebagai pendorong untuk melakukan tindakan menyimpang yang terus-menerus. Namun, karakter sebenarnya bukan merupakan hal yang permanen dan dapat diubah. Seperti halnya Firman Allah SWT dalam Al-Quran Surah Ar-Ra’ad 13:11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan (karakter/nasib) suatu bangsa (kaum), sehingga mereka mengubah keadaan (karakter/nasib) yang ada pada mereka sendiri”.
Usaha untuk merubah karakter seseorang adalah dengan memberikan pendidikan karakter, sehinggadiharapkan pola pikir (mindset) seseorang akan berubah ke arah yang poritif. Perubahan mindset ini bisa terjadi secara perlahan atau bahkan secara drastis, tergantung pada tekad dan niat yang kuat dari orang tersebut.
Menurut M.Rosyid (2009), terdapat beberapa metode pendidikan karakter dalam rangka merubah pola pikir seseorang,  antara lain sebagai berikut: 1)Metode NLP (Neuro Linguistic Programming); 2) Kontemplasi (Perenungan/Muhasabah/ESQ Technique); dan 3) Membangun Konsep Diri (Self Concept). Adapun rincian dari masing-masing metode,dia menjelaskan seperti terurai di bawah ini.
Metode NLP (Neuro Linguistic Programming)
Inti dari NLP (Neuro Linguistic Programming)adalah untuk mengetahui bagaimana cara kerja otak agar seseorang bisa menjadi tuan atasnya dan bukan menjadi budaknya. Para penggagas NLP sendiri merumuskan NLP sebagai The study of subjective experience. NLP berasal dari 3 (tiga) kata, yaitu Neuro, Lingustic dan Programming. “Neuro” berhubungan dengan otak/pikiran, yaitu bagaimana kita mengorganisasikan kehidupan mental kita. “Linguisticadalah mengenai bahasa, bagaimana kita menggunakan bahasa untuk menciptakan makna dan pengaruhnya pada kehidupan kita. Sementara “Programming adalah mengenai urutan proses mental yang berpengaruh atas perilaku dalam mencapai tujuan tertentu, dan bagaimana melakukan modifikasi atas proses mental itu.
Teknik NLP dalam praktek/tindakan sehari-hari adalah bagaimana kita mengalami/menghadapi suatu kejadian, makaakan tergantung bagaimana kita “membingkainya“ dalam pikiran kita. Cara kita membingkai sesuatu sangat menentukan makna yang melekat di dalamnya. Walaupun ada peluang untuk menyimpang, namun karena dalam pola pikirnya selalu dibingkai secara positif (jujur dan amanah), maka penyimpangan tidak akan terjadi.
Kontemplasi (Perenungan/Muhasabah/ESQ Technique)
Dalam perenungan terdapat upaya-upaya untuk mengevaluasi diri, membuang sifat-sifat negatif  dengan merbersihkan hati (qolbu) dan terus-menerus melakukan perbaikan. Di dalam melakukan proses penjernihan hati dan pikiran menurut A.Ginanjar Agustian (2006),  terdapat 7 (tujuh) langkah, sebagai berikut: 1) Hindari prasangka buruk, upayakan berprasangka baik kepada orang lain; 2) Berprinsiplah selalu kepada Allah Yang Maha Suci; 3) Bebaskan diri dari pengalaman-pengalaman yang membelenggu pikiran, berpikirlah merdeka; 4) Dengar suara hati, peganglah prinsip “karena Allah”, bepikirlah melingkar sebelum menentukan kepentingan dan prioritas; 5) Lihatlah semua sudut pandang secara bijaksana berdasarkan suara-suara hati yang bersumber dari Asmaul Husna; 6) Periksa pikiran anda terlebih dahulu sebelum menilai segala sesuatu; 7) Ingatlah bahwa semua ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT.
Membangun Konsep Diri (Self Concept)
Konsep diri adalah semua persepsi kita terhadap diri yang meliputi beberapa aspek, yaituaspek fisik, sosial, dan psikologis.Persepsi ini terbentuk karena pengalaman masa lalu dan interaksi kita dengan orang lain.Konsep diri merupakan perpaduan dari 3 (tiga) unsur, yaitu: cita-cita diri/diri ideal (self ideal), citra diri (self image), dan harga diri (self esteem).
Selanjutnya dijelaskan bahwa pertama, cita-cita diri/diri ideal (self ideal)adalah gambaran dari sosok yang sangat diinginkan yang merupakan gabungan dari semua kualitas serta kepribadian orang yang sangat dikagumi. Kedua, citra diri (self image)adalah cara seseorang melihat diri sendiri dan berpikir mengenai dirinya pada saat sekarang ini. Ketiga, harga diri (self esteem) adalah seberapa besar seseorang suka terhadap dirinya sendiri. Semakin menyukai/hormat pada dirinya, maka semakin berharga dan bermakna, sehingga akan memiliki kepribadian yang kuat sebagai dasar dari konsep diri yang positif untuk mencapai keberhasilan.
Dengan membangun konsep diri yang baik, maka akan terjadi pergeseran pola pikir (mind set)ke arah yang positif seperti: 1) Asalnya bekerja untuk uang berubah menjadi bekerja untuk ibadah; 2) Asalnya berpikir linier berubah menjadi berpikir sistem; 3) Asalnya berpikir bagian berubah menjadi berpikir menyeluruh; 4) Asalnya berpikir objek berubah menjadi berpikir hubungan; 5) Asalnya berpikir hierarki berubah menjadi berpikir jaringan; 6) Asalnya berpikir struktur berubah menjadi berpikir proses; 7) Asalnya pola pikir negatif berubah menjadi pola pikir positif.
PEMBAHASAN
A.   PenguatanTekad dan Kesungguhan Hati
Upaya pemberantasan penyimpangan (tindakan korupsi)  sudah sejak lama dilakukan, mulai dari zaman Orde Lama, Orde Baru dan hingga sekarang zaman Orde Reformasi. Namun hasilnya tidak signifikan, bahkan sebagian orang menilai bahwa tindakan korupsi di Indonesia semakin menjadi-jadi. Mereka mengatakan bahwa dulu zaman Orde Baru tindakan korupsi terjadi “di bawah meja”, karena masih menjaga rasa malu-malu kucingmaka “ampaw” ada di bawah meja. Lain lagi di zaman Orde Baru, tindakan korupsi terjadi “di atas meja”, maksudnya tindakan korupsi sudah terang-terangan dan tidak ada rasa malu. Selanjutnya tindakan korupsi di zaman Orde Reformasi makintambah parah lagi,yaitu “ampaw dibawa dengan meja-mejanya”.
Disebutkan bahwa dengan keteladanan yang baik dari pemimpin/atasan merupakan upaya yang efektif dalam memerangi penyimpangan yang dilakukan di dalam suatu organisasi/lembaga. Seperti halnya pendapat Erika (2003) dan Kartini (1983), keteladanpara pemimpin dan pejabat merupakan salah satu upaya yang efektif dalam memberantas dan menindak korupsi.Namun, dikarenakan susahnya mencari pemimpin/atasan yang bisa menjadi suri teladan bagi bawahan dan organisasinya, maka harapan ini jarang terjadi. Justru sebaliknya yang terjadi adalah atasan organisasi/lembaga itulah yang membuat “kaderisasi” tindakan korupsi bagi bawahan (staf/karyawan baru) dan organisasinya.
Dari uraian di atas, memperlihatkan bahwa keinginan atau tekad kuat dengan diikuti hati yang sungguh-sungguh untuk memerangi tindakan korupsi secara tuntas, sangat lemah. Ibarat ketagihan candu atau nikotin, mereka akan merasa enggan dan sayang untuk meninggalkannya, karena takut kehilangan kesenangan sertagaya dan pola hidup yang glamour dan penuh dengan angan-angan nikmat. Mereka tidak sadar atau tidak mau sadar bahwa tindakan korupsitelah menyimpang dari aturan dan norma yang berlaku. Tindakan yang curang ini sebenarnya merugikan diri sendiri dan keluarga, merugikan orang lain, bahkan merugikan bangsa dan negara.
B.   Pemberian Hukuman Lebih Keras
Sebenarnya pemberian hukuman merupakan upaya untuk membuat orang jera melakukan penyimpangan. Namun apabila hukuman yang diberikan sangat ringan dan tidak setimpal dengan perbuatan berat yang telah dilakukannya, maka selamanya tidak akan membuat jera bahkan perbuatan menyimpang tersebut akan selalu diulangi. Demikian halnya jika tindakan korupsi tidak mendapatkan sanksi yang setimpal maka pemberantasannya tidak akan tuntas.
Proses hukum oleh aparat penegak hukum terhadap pelanggaran tindakan korupsi ini, seyogyanya dilakukan dengan sungguh-sungguh. Namun pada kenyataannya, kerap terjadi proses hukum yang sedang berjalan, terputus begitu saja dikarenakan adanya “kesepakatan”. Ada kalanya diproses sampai selesai, namun dengan putusan “bebas” dengan catatan “tahu sama tahu”.
Sebenarnya jika pemberian hukumankepada para pelaku korupsi sangat berat (misalnya dipecat dengan tidak hormat dari jabatannya, disita seluruh harta hasil korupsinya dan atau pemberian hukuman seumur hidup), maka akan dapat menimbulkan efek jera. Hukuman berat  lainnya, seperti yang disarankan oleh Erika (2003) yaitu penayangan wajah para koruptor di setiap media elektronik (televisi) untuk membangkitkan rasa “malu”, dapat membuat orang berpikir dua kali untuk melakukannnya. Selain itu, akan menjadi contoh bagi para pejabat pemerintah/swasta,pegawai dan semua pihak, untuk tidak meniru perbuatan yang menyimpang tersebut.
Pemberian hukuman berat berupa “hukuman mati”, sempat menjadi wacana di kalangan para ahli hukum dan tokoh agama. Namun tidak berlanjut, hanya sebatas wacana serta timbulnya pro dan kontra tanpa ada penyelesaian akhir. Lebih-lebih bagi aparat hukum yang membebaskan para pelaku karena “tahu sama tahu”,  harus diberi hukuman yang lebih berat lagi karena telah merusak citra hukum. Hal ini sesuai dengan pendapatProf. Adi Sulistiyono, adanya pemberian hukuman yang sangat berat bagi aparat penegak hukum yang korupsi pada waktu menangani kasus korupsi.
C.   Perubahan Pola Pikir(Mindset)
Salah satu upaya pemberantasan korupsi dengan menaikan gaji seperti yang disarankan oleh banyak pihak termasuk Erika (2003), ternyata tidak mempan. Hal inidikarenakan manusia mempunyai sifat yang kurang baik yaitu tidak akan merasa puas dan tidak bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya. Bahkan lebih parah lagi, mereka cenderung serakah dan egois, tidak memiliki rasa kepedulian dan kesetiakawanan. Manusia seperti itu kalau sudah mendapatkan ”emas” satu karung, maka dia akan mencari karung “emas” lainnya. Selanjutnya jika dia sudah mendapatkan karung “emas” lainnya, maka dia belumjuga puas dan akan mencari lagi karung-karung “emas” lainnya.
Oleh karena itu, para pejabat pemerintah/swasta, pegawai dan semua pihak lainnya perlu melakukan perubahan pola pikir. Kebiasaan yang tidak baik, sifat yang negatif, kemaruk dan tidak peduli dengan kondisi di sekitarnya, karakter yang status quodan selalu orientasi ke atas dengan selalu memberikan “upeti” karena takut hilang jabatan. Itu semuaharus dikikis habis melalui perubahan pola pikir.
Segala sesuatu yang kita lakukan berakar dari cara kita berpikir tentang masalah tersebut. Demikian pula halnya dengan tindakan korupsi, selama ini jabatan dalam pola pikirnya dianggap sebagai kesempatan menumpuk kekayaan, bukannya sebagai “amanah” yang harus dipertanggungjawabkan, sehingga korupsi tidak pernah hilang. Untuk itu, bila kita ingin mengubah kehidupan kita sendiri, maka kita perlu melakukan perubahan (revolusi) cara berpikir. Hal ini selaras dengan pernyataan penulis terkenal Stephen Covey: "Jika anda menginginkan perubahan kecil dalam hidup,maka ubahlah perilaku Anda, Tapi jika anda menginginkan perubahan yang besar dan mendasar, maka ubahlahcara berpikir(pola pikir atau mindset) Anda"
Banyak para ahli, seperti halnya Adi Sulistiyono (2009) menyampaikan perlunya penanaman nilai-nilai budaya luhur pada masyarakat, seperti kejujuran, budaya malu, disiplin, kesederhanaan, dan daya juang. Nila-nilai budaya luhur ini merupakan nilai spiritual yang terkandung dalam ajaran agama sebagai ciri “akhlakul karimah” bagi orang yang beriman kepada Allah SWT. Selain itu, nilai-nilai budaya luhur ini merupakan pola pikir (mindset) yang sangat mendukung untuk perubahan karakter seseorang yang dianggap kurang baik dan akan membentuk pribadi yang pantas untuk menjadi teladan atau panutan orang lain.
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1)    Penyakit korupsi telah terjadi di Indonesia sejak zaman dulu dan makinmerajalela hingga saat ini, terbukti Indosesia termasuk negara terkorup di Asean setelah Miyanmar dan Kamboja. Sementara di tingkat dunia (182 negara), Indonesia termasuk negara korup dengan peringkat ke-100. Tindakan korupsi saat ini yang terjadi di berbagai instansi/lembaga/ organisasi khususnya pemerintah cenderung dianggap hal yang wajar dan biasa. Tindakan korupsi ini pun diikuti oleh pihak-pihak lain, sampai di kalangan masyarakat. Salah satu contoh beberapa pedagang jajanan  banyak yang bertindak tidak jujur, mereka berani menggunakan bahan-bahanharam dan dilarang dengan alasan murah meriah. Kenapa penyakit ini merajalelasampai ke semua elemen dan dianggap wajar? Hal ini dikarenakan penyakit korupsi sudah mendarah daging dan menjadi karakter bangsa Indonesia.
2)    Berbagai upaya untuk memberantas korupsi selalu kandas di tengah jalan, dikarenakan tekad dan kesungguhannya tidak mantap. Tekad untuk memberantas korupsi masih setengah hati, karena mereka merasa jika upaya tersebut sepenuhnya dilaksanakan maka mereka akanbanyak kehilangan, antar lain: jabatan, rasa hormat dan dihargai oleh bawahan, serta kekayaan. Selain itu, merekajuga merasa takut jika kasus korupsi terbuka seluruhnya, maka dirinya, keluarganya dan teman-temannya akan terancam.
3)    Hukuman yang diberikan kepada para pelaku cenderung ringan dan sarat dengan suap-menyuap, sehingga tidak menjadikan kapok. Lain halnya jika hukuman dijatuhkan sangat berat, seperti “hukumanmati” maka akan membuat para pelaku menjadi jera dan juga akan menjadi contoh bagi yang lain untuk tidak melakukan hal yang sama.
4)    Mengubah karakter adalah sesuatu yang sulit, namun karakter bukanlah hal yang permanen, artinya bisa diubah asal adanya tekad dan kemauan yang kuat. Cara mengubah karakter seseorang tersebut dapat dilakukan dengan melalui pendidikan karakter. Inti dari pendidikan karakter adalah untuk merubah pola pikir (mindset) menuju ke arah yang positif, sehingga tidak lagi menilai jabatan sebagai tempat mencari kekayaan dengan cara yang menyimpang.
B.   Saran
Berdasarkan uraian dalam kesimpulan di atas, maka penulis mencoba menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1)    Agar upaya memberantas korupsi yang terjadi di berbagai insatansi/lembaga/organisasi dapat berjalan mulus, maka semua pihak yang terkait dengan upaya ini perlu memantapkan tekad dan kesungguhan hati.
2)    Perlunya menjatuhkan hukuman yang berat kepada pada para pelaku korupsi, sehingga mereka dapat diperlakukan dengan adil sesuai perbuatan kotor yang dilakukannya. Selanjutnya mereka akan merasa jera dan mau bertobat secara lahir dan bathin.
3)    Sudah saatnya untuk melakukan perubahan pola pikir (mindset), yaitu berpikir dan bertindakdalam hal-hal yang positif serta meningggalkan hal-hal yang negatif.Selanjutnya mereka akan menganggap bahwa perbuatan penyimpang (korupsi) itua dalah perbuatan yang kotor,aib, berkhianat, dan berdosa. Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan karakter sehingga dapat merubah pola pikir menjadi positif dan selanjutnya dapat melakukan pengembangan diri.
















Daftar PustakA
1.    Adi Sulistiyono, 2009, Budaya Korupsi dan Alternatif Solusi Mengatasinya, on line: http://berbagihalyangmenakjubkan.blogspot.com/2009_10_01_ archive.html
2.    Ary Ginanjar Agustian, 2006, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. ESQ (Emotional Spiritual Quotient), Cetakan ke-30, Penerbit Arga, Jakarta.
3.    Erika Revida, 2003,Korupsi di Indonesia,Masalah dan Solusinya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Sumatera Utara.
4.    Herbert Simon, 1982, Administrative Behavior,Terjemahan St.Dianjung, PT.BinaAksara, Jakarta.
5.    KartiniKartono,1983,Pathologi Sosial, EdisiBaru, Penerbit CV.Rajawali Press, Jakarta.
6.    Komunika, 2012, Faktor Pendorong Korupsi, Edisi ke-10 Tahun VIII, on line: http://www.infopublik.org
7.    Muchtar Lubis, 1977,Bunga Rampai Etika Pegawai Negeri, Penerbit Bharata Karya Aksara, Jakarta.
8.    Muh. Rosyid, 2009, Teknik Mengubah Pola Pikir (Mindset), on line: http://www.rosyid.info/2009/02/teknik-mengubah-pola-pikir-mindset.html
9.    Said Zaenal Abidin, 2012, Korupsidi Indonesia dan Dampaknya  terhadap KesejahteraanUmat, on line: http://www.scribd.com/doc/104406270/Makalah-Seminar-Korupsi-4


Tidak ada komentar:

Posting Komentar