Rabu, 27 November 2013

BENARKAH DIKLAT ITU SEKEDAR PEMBOROSAN ANGGARAN?
Oleh :

ROEDI HARTONO
Widayaiswara Muda BKD Kabupaten Purwakarta
Email : hroedi@rocketmail.com
        


I.  Pendahuluan

UU No.8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian telah diubah dengan UU No.43/1999, menekankan kompetensi PNS dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan pembinaan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat). PP No. 101/2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS, merupakan kebijakan yang diterbitkan dalam rangka pengaturan Diklat PNS. Diklat PNS adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS. Meliputi: Diklat Prajabatan (Prajabatan Golongan I, II, III); dan Diklat dalam Jabatan (Diklatpim, Diklat Fungsional dan Diklat Teknis) yang berbasis kompetensi.
Pendidikan dan pelatihan merupakan usaha pengembangan  atau menghilangkan terjadinya kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan yang dikehendaki oleh organisasi.  Adanya kesenjangan tersebut  menyebabkan perlunya organisasi menjembataninya, salah satu caranya dengan pendidikan dan pelatihan  dengan harapan seluruh potensi yang dimiliki pegawai, yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap dapat ditingkatkan, akhirnya kesenjangan berkurang atau tidak terjadi lagi kesenjangan (Sedarmayanti, 163: 2010).
Adapun tujuan diklat sebagai berikut  :
a.     Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai kebutuhan instansi;
b.   Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c.    Memantanpkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat.
d.   Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola piker dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik.
 Landasan yang mendasari kebijakan Diklat PNS adalah:
a.    Sistem Diklat meliputi. Diklat merupakan bagian dari sistem pembinaan dan pengembangan karir PNS.
b.   Identifikasi kebutuhan, perencanaan, pengembangan, penyelenggaraan,  dan evaluasi Diklat.
c.    Diklat diarahkan untuk mempersiapkan PNS agar memenuhi persyaratan jabatan yang  ditentukan dan kebutuhan organisasi.  Good governance, karena kepemerintahan yang baik memerlukan aparatur yang kompeten, netralistas dan memiliki komitmen tinggi yang bertumpu  pada  etika profesi secara konsisten. Pengembangan SDM aparatur dilakukan agr dapat memberikan hasil yang esuai dengan tujuan dan sasaran orgnisasi, dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kompetensi menyangkut organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki pegawai secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap perubahan. Dengan kata lain kompetensi yang dimilki individu dapat mendukung sistem kerja berdasarkan tim.
Era reformasi membawa perubahan yang sangat besar dalam berbagai bidang, termasuk bagi pemerintahan selaku ekskutif. Pemerintah sebagai lembaga pelayanan masyarakat      dituntut            mampu  menjembatani       antara   aspirasi masyarakat yang diakomodasi dalam lembaga legislatif dengan masyarakat yang secara riil menerima dan menikmati  pelayanapemerintah.  Sehingga  bukan  sebaliknya  dimana eksekutif hanyalah penyedia pelayanan pada masyarakat tanpa memperhatikan keinginan masyarakat.  Paradigma  yang  seharusnya  diubah adalapemerintah  adalah pelayan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, yang seharusnya diawasi dan dikendalikan oleh rakyat dan legislatif bukan sebaliknya.
Perkembangan zaman yang semakin cepat  pada akhirnya berimplikasi juga meningkatkan aspirasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang harus direalisasikan secara efektif dan efisien oleh pemerintah.  Ironismya  upaya pemerintah dalam memenuhi tuntutan masyarakat yang kian cepat tersebut tidak sejalan dengan upaya peningkatan profesionlisme aparatur pemerintah.
Profesionalitas aparatur cenderung berdasarkan   pada  aspek  rutinitas sehingga   segala  sesuatu pekerjaan dilaksanakaberdasarkan kebiasaan yang dilakukan sebelumnya, padahal telah terjadi perubahan dalam regulasi yang kian cepat sehingga pegawai tidak jarang  melakukan  pengulangan kesalahan  yang  sama tanpa ada inisiatif memperbaiki kesalahan tersebut.
Berdasarkan  gambaran  diatas,  maka pengembangan  SDM  PNS menjadhal yang urgen. Diklat menjadi alternatif yang bisa dilakukan. Namun pelaksanaan Diklat janga sampa menimbulka kesa pemborosan Dikla haru sesuai   dengan kebutuhan organisasi dan mampu memotivasi pegawai untuk mengikuti Diklat. Bukan seperti paradigma sekarang diklat hanyalah sekedar refreshing atau bahkan sarana mengusir secara halus  pegawai yang tidak kooperatif.


II.  Rumusan Masalah

Terdapat opini bahwa penyelenggaraan diklat merupakan sebuah penghamburan anggaran, dimana  kemanfaatannya tidak langsung dapat dirasakan masyarakat, sehingga cenderung dilakukan pemangkasan anggaran untuk pelaksanaan diklat. Pada kenyataannya masih terdapat  kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan yang dikehendaki oleh organisasi  yang tiada lain merupakan  imbas dari meningkatkan aspirasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang harus direalisasikan secara efektif dan efisien.  Sehubungan dengan hal itu,  penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana agar Diklat bisa menjadi sarana pengembangan pegawai yang efektif dan efisien?

III. Tujuan Penulisan

        Untuk menjelaskan   pentingnya penyelenggaraan diklat bagi aparatur pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi aparatur sebagai upaya untuk menghadapi tuntutan perubahan yang kian cepat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
       
IV.  Metode Pembahasan

        Adapun metode pembahasan dalam penulisan ini , penulis menggunakan metode studi literatur dari berbagai sumber yang relevan dengan tujuan penulisan.

V   Kajian teori/kajian pustaka


Dalam perjalanan  menuju pencapaian tujuan/misi  organisasi tidak lepas  dari perbagai tantangan dan kendala yang dihadapi. Berbagai persoalan timbul baik yang diakibatkan oleh faktor sumber daya manusia maupun sumberdaya lain dalam organisasi. Apabila persoalan terkait dengan kesenjangan   kualifikasi yang diharapkan  dari pegawai dengan realita yan ad mak solus yang   dilakukan   adalah   berpikir   terkai dengan permasalahan  pelatihan  dan  pengembangan  atau  pendidikan  dan  pelatihan  pegawai (Rosidah, 2000)
Persoalan  sumberdaya  manusia  yang  memicu  untuk  dilakukan        pemikiran  terhadap pentingnya  diklat  apabila  dalam  organisasi  terjadi  permasalahan-permasalahan,  antara lain:  ketidakharmonisan/konflik  antar         pegawai,  sulit  dilakukan  koordinasi,  absensi meningkat, tingkat produktivitas kerja menurun, adanya tekanan eksternal yang menyebabkan  terganggunya  ketenangan  kerja   atau  tidak        stabilnya  kerja  organisasi. Sehingga supaya pendidikan dan pelatihan memenuhi harapan   dalam pengembangan pegawai  dan organisasi  maka orientasi  terhadap  tujuan diklat menjadi   arahan  dalam proses merencanakan, mengorganisasi, menyelenggarakan dan mengevaluasi program diklat.

Oleh pegawai, diklat  merupakan proses pembelajaran   yang mengarah pada perubahan sikap dan perilaku sesuai yang  diarahkan oleh tujuan dari diklat tersebut. Pembelajaran akan diadopsi dari pengalaman yang dialami pegawai pada program diklat baik secara konsep  maupun  praktik.  Pengembangan  pegawai  melaludiklat  cenderung  mengarah pada       tipe gaya pembelajaran  asimilator. Gaya pembelajaran  ini menurut             Richard P. Draft (2002) mempunyai kemampuan pembelajaran, yang dominan pada  konseptualisasi abstrak dan   observasi reflektif. Dalam proses pengembangan individu/organisasi maka pembelajaran berkesinambungan selalu diupayakan melalui keaktifan pegawai untuk mengambil peran  dalam mengaplikasikan  apa yang dialaminya dari berbagai peristiwa. Sehingga adanya peristiwa berbagai diklat yang diikuti pegawai merupakan pembelajaran yang bermanfaat  sebagai  pengembangan  dirinya  dan   menciptakan     sikap,  loyalitas, kerjasama  yanlebih  menguntungkan.  Manfaat lainnya  adalah dapat  mengurangi penyakit-penyakit organisasional.
Diklat merupakan salah satu bentuk pengembangan pegawai yang pada akhirnya dapat berimbas   pad peningkata kesejahteraan       pegawa serta   pengembangan   sebuah organisasi. Sebagaimana diketahui bahwa desakan untuk menyelenggarkan diklat bersumber dari adanya beberapa faktor, antara lain adanya kesenjangan kemampuan pegawai dalam jabatan dengan realitas yang ada, memenuhi tuntutan perkembangan eksternal yang ada atau peningkatan pelayananm maka  proses diklat harus  berorientasi pada kebutuhan  tersebut. Seperti     dijelaskan         Simamora  (1996), tujuan pelatihan  dan pengembangan antara lain adalah: a) memperbaiki kinerja, b) membantu memecahkan persoalan  operasional,  c)  mempersiapkan  pegawai  untuk  promosi  serta         memenuhi kebutuhan pribadi. Perbaikan kinerja akan sulit dilakukan oleh pegawai tanpa intervensi dari program pelatihan maupun pendidikan.  Karena mereka   bekerja secara rutin dan selalu  ada  pekerjaan  yang  harus  diselesaikan.  Apabila  terjadi   permasalahan  dalam pekerjaan           dan  berlangsung  relatif  lama  maka  jelas  akan  mempengaruhi  kelancaran pekerjaan.  Untuk  itu  ada  waktu  yandikhususkan      pada  pegawai  melakukan  proses pembelajaran dengan diikutkan program diklat sesuai yang dibutuhkan. Sehingga pada akhirnya akan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan lancar..


VI.  Pembahasan berdasarkan  teori/Pustaka


Pendidika dan   Pelatihan   merupakan   tanggungjawab manajemen   puncak (pimpinan) dan harus mendapat dukungan dari berbagai pihak, antara lain adalah para pegawainya.  Meskipun  diklat        menjadi tanggungjawab  pimpinan, namun keberhasilan diklat             menjadi            tanggungjawab            bersama baik  pimpinan, departeman/bagian pengembangan pegawai,  para pimpinan tingkat menengah (midle management) maupun pegawai   itu   sendiri.   Departeme pengembagan   pegawai   dalam   suatu   organisasi membantu manajemen diklat   dalam menyediakan keahlian sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk kepentingan diklat.  Sedang porsi tanggungjawab pegawai ditunjukkan adanya  minat  dan  kedisiplinan  mengikuti  progam  diklat  dalauapaya  peningkatan kualitas kerja  dan  pengembangan karir untuk dirinya./pengembangan organisasinya (Rosidah, : 2000).
Selama ini pola pengembangan SDM PNS melalui Diklat cukup banyak dilakukan.  Namuberdasarkan  pengamatan  penulis  diklatersebut  hanya  sekedar ajang proyek untuk menghabiskan dana, atau ajang refreshing, sehingga diklat tidak mamp member kontribusi   maksima bagi   pengembanga pegawai   maupun organisasi.
     Kelemahan dalam sistem Diklat yang ada saat ini adalah Diklat tidak dikaitkan denga siste analisis    jabata sehingg Dikla tida mamp meng-upgrade kemampuan pegawai dalam pelaksanaan tugasnya karena tidak sesuai antara materi Diklat  dengan  kebutuha pegawai Diklat   juga  tidak  dikaitkan  dengan  sistem kompensasi atau pola karir pegawai, sehingga pegawai tidak termotivasi untuk melakukan  diklat  tersebut  atakalauputermotivasi  hanyalah  sekedar  lulus,  agar tidak merasa malu ketika kembali ke institusinya.

Diklat sebagai bentuk pengembangan pegawai harus mampu meng-upgrade kecakapan, pengetahuan dan keahlian dan karakter pegawai. Karena itulah Diklat harus disesuaikan  dengaanalisis  jabatan  tentang  karakteristik  pekerjaan  yang dijadikan  bahan Diklat.  Permasalahan  yanada sekarang,  saat  ini kebanyakan analisis pekerjaan yang ada di PNS masih ketinggalan zaman, sehingga mungkin Diklat sesuai dengan analisis jabatan namun ketinggalan zaman. Disinilah perlu dianalisis kembali mengenai bobot dan ruang lingkupnya sehingga mampu memenuhi tuntutan pelayanan publik yang semakin berkembang sekaligus mampu memenuhi tuntutan profesionalitas.
Uraian  pekerjaan  yang  ada  selama  inperlu  diperbaharui  sesuai  tuntutan zaman serta sifat kedaerahannya. Uraian jabatan yang ada saat ini dibuat seragam antara  unit  satu  dengan  unit  lain  bahkan  pada  daerah  yang  berbeda  padahal kerumitan, kompleksitas dan cakupan tugas pada posisi yang sama ditempat yang berbeda sangat mungkin punya variasi yang beragam.
Selain itu konsekuensi adanya perubahan zaman, analisis pekerjaan menuntut updating pula. Jabatan yang semula menuntut persyaratan tertentu, bisa jadi  saat  ini menuntut  persyaratan  yang  lebih  tinggi.  
Setelah dilakukan upgrading job analisis, kemudian perlu juga dilakukan pemetakan/identifikasi  kemampuan, ketrampilan dan potensi pegawai yang telah ada dengan mengarah pada alat ukur job analisis yang telah diupgrade, sehingga akan diketahui :
1 seberapa jauh pegawai sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

2 seberapa   jauh    penempatan   pegawai    sesuai    dengan    kemampuan   dan ketrampilannya.
3 seberapa jauh pegawai dapat dikembangkan potensinya tersebut.

Setelah dilakukan identifikasi tersebut akan diperoleh pegawai yang potensial yang dapat dikembangkan kemampuannya melalui Diklat yang telah disesuaikan dengan job analisis yang dibuat.

Dikla haru pula   dijadika saran manajeme sebaga sebua sistem kompensasbagi pegawai.  Selama ini pengembangan  karir pegawai bergantung pada sistem pola karir pegawai. Pola karir merupakan arah pembinaan PNS yang menggambarkan   karier  yang  menunjukkan   keterkaitan  dan  keserasian  antara jabatan,  pangkat,   pendidika dan  pelatihan kompetens serta  masa  jabatan seorang  PNS  sejapengangkatan  pertama.  Disini  Diklat  seharusnya  menjadi bagian  yang  harus  diperhitungkan  bagi  pengembangan   karir  pegawai  untuk mengarah pada tingkat posisi yang lebih tinggiDengan mengkaitkan Diklat dengan pola karir pegawai, maka akan diperolekeuntungan seperti :

1 Pegawai akan termotivasi meningkatkan karirnya melalui Diklat

2 Pegawai akan termotivasi ketika mengikuti Diklat tersebut.


Agar Diklat  sesuai dengan pola karipengembangan  pegawai,  maka Diklat harus diikuti dengan :
1 Penempatan dalam rangka pengembangan profesi

Agar Diklat tidak menjadi sia-sia, Diklat harus diikuti penempatapegawai dalam rangka pengembangaprofesinya.  Penggabungan  antara bakat, minat dan   potens pegawa hasil   da hasil   Dikla dapa digunaka untuk mengarahka pegawa dala tugas       jabatan                                                                yan memerluka syarat kualifikasi teknis dan kemampuan yang berguna bagi pengembangan profesi pegawai dimaksud.
2 Penugasan dalam rangka pemantapan profesinya.

Pegawai  yantelah  melakukan  Diklat  harus  diberikan  kesempatan  sesuai dengan keahliannya untuk dapat mengenali, menilai dan memecahkasetiap masalah dalam lingkup tugasnya serta diberi kesempatan untuk dapat menit i jenjang jabatan yang lebih tinggi.

          Prospek pengembangan diklat berbasis kompetensi di daerah dirasakan sangat relevan saat ini. Komposisi jumlah SDM Aparatur kita saat ini seperti digambarkan di atas jelas menunjukkan kondisi komposisi jumlah SDM aparatur yang didominasi oleh PNS Daerah pada saat ini. Sedangkan apabila dilihat dari sisi kompetensinya, SDM daerah masih memerlukan pengembangan secara sistematis dan komptehensif.

          Kompetensi PNS daerah selama ini belum sepenuhnya mendapat perhatian dari pemerintah baik melalui pengembangan diklat maupun non diklat. Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan PNS Daerah baik melalui pengembangan non diklat meliputi pengembangan melalui pendidikan formal, pembinaan intern, memperbaiki system reward dan punishment dan sebagainya. Sedangkan pengembangan melalui Diklat mencakup tiga jenis yaitu Diklat Kepemimpinan, Diklat Fungsional maupun Diklat Teknis.

Diklat dan kompetensi harus memiliki keterkaitan yang erat. Diklat dilaksanakan untuk memperbaiki kelemahan/kekurangan (competency gap) yang dimiliki oleh peserta dalam rangka melaksanakan kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawab masing-masing pegawai secara efektif. Pengisian competency-gap ini yang sebenarnya menjadi tuuan utama dari penyelenggaraan suatu program diklat.

        Idealnya, sebelum seorang peserta mengikuti Diklat, terlebih dahulu sudah harus diketahui competency gap yang dimiliki oleh seorang calon peserta tersebut. Hal ini dimaksudkan agar para peserta diklat menjalankan aktivitas pembelajaran yang benar-benar belum diketahuinya akan tetapi diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya. Inilah yang perlu dicermati lebih lanjut dalam proses identifikasi kompetensi seorang calon peserta diklat. Selanjutnya, pengisian kesenjangan kompetensi tersebut disesuaikan dengan materi pembelajaran dalam program diklat.. Untuk mengidentifikasi kebutuhan diklat yang diperlukan seorang pegawai tersebut maka training needs analysis dapat menawarkan jalan keluarnya (
Sulistiyani & Rosidah, 2005).
        Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan Diklat yang pendekatannya berdasarkan pada standar kompetensi yang dibutuhkan. Dalam pendekatan ini program diklat disusun dengan memperhatikan kebutuhan peserta dan organisasi secara spesifik dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi yang ada. Kurikulum diklat disusun dalam mata-mata pelajaran yang secara spesifik dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan dalam penguasaan yang diperlukan dalam suatu jabatan, sehingga dari setiap standar kompetensi yang ada. Kurikulum diklat disusun dalam mata pelajaran yang secara spesifik dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan dalam penguasaan yang diperlukan dalam suatu jabatan, sehingga dari setiap standar kompetensi yang ada tersebut akan tersusun berbagai mata pelajaran yang terkait. Sistem yang dikembangkan dalam pendekatan ini diarahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan peserta dan organisasi terhadap suatu kompetensi, yang dalam pelaksanaannya setiap peserta diklat dapat memilih setiap mata pelajaran yang dipandang perlu untuk meningkatkan kompetensinya. Dalam system ini, peserta tidak diperlukan untuk mengikuti suatu program diklat yang berisi keseluruhan mata pelajaran, akan tetapi hanya mata pelajaran yang dipandang perlu untuk menunjang kompetensinya. Artinya pengembangan program diklat di daerah diarahkan pada basis kompetensi yaitu untuk menutupi competency gap dari peserta diklat itu sendiri.

Penyelenggaraan diklat khususnya diklat structural dan sebagian diklat teknis/fungsional yang sedang berjalan dewasa ini membuka peluang untuk dimodifikasi berdasarkan alasan:

       Materi yang ditawarkan bersifat given dan belum berdasarkan peta kebutuhan kompetensi aparatur secara vertical maupun horizontal yang heterogen, sehingga seorang peserta diklat dituntut untuk mengikuti seluruh materi pembelajaran walaupun sesungguhnya tidak seluruh materi tersebut dibutuhkan. Sistem penyelenggaraan seperti ini dinilai kurang efisien dan kurang memperhatikan kebutuhan peserta diklat.
 Proses seleksi calon peserta diklat khususnya diklat kepemimpinan belum diawali dengan pengukuran (assessment) standar kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan dan kompetensi actual calon yang bersangkutan, sehingga tidak diketahui kesenjangan kompetensi apa yang perlu diatasi dengan diklat.
 Pendekatan jenjang jabatan dan kemungkinan promosi yang digunakan dalam system diklat structural memiliki dampak psikologis tersendri bagi para alumni yang belum dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Semakin lama seorang alum belum dipromosikan, maka akan membawa pengaruh yang lebih besar terhadap stabilitas psikologis dan emosionalnya.
 Dilihat dari aspek efisiensi, system penyelenggaraan diklat yang berlaku sekarang ini kurang memperhatikan efisiensi anggaran karena jumlah anggaran yang dikeluarkan melebihi output yang dihasilkan. Hal ini terbukti dari relatif besarnya stock alumni dan pemenuhan kompetensinya. Sedangkan di sisi lain masih banyak kebutuhan diklat bagi PNS daerah untuk menutupi competency gap-nya dalam menjalankan tugas pemerintahan daerah.
  Keberadaan otoritas diklat terlihat sangat dominan dalam mendisain kurikulum dan materi pembelajaran sehingga kebutuhan spesifikasi dari peserta diklat untuk memenuhi kompetensinya dan kepentingan users cenderung belum diakomodir sepenuhnya.

Berdasarkan pendekatan kompetensi dibandingkan dengan pendekatan konvensional memiliki keunggulan, seperti:

a.       Meningkatkan efisiensi pemanfaatan anggaran karena seorang peserta diklat tidak perlu mengikuti semua materi yang ditawarkan. Seorang peserta dimungkinkan untuk memilih paket-paket pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan untuk mengisi kompetensi yang dimilikinya
b.      Durasi diklat dapat menjadi lebih singkat karena penyeleng-garaannya dibagi-bagi dalam paket-paket yang berbeda-beda. Seorang dapat mengikuti dikalt yang membutuhkan waktu yang lama apabila yang bersangkutan secara riel membutuhkan banyak paket. Dalam hal ini disain diklat diarahkan untuk memenuhi kebutuhan peserta dan berorientasi pada customer driven training.
c.       Sistim diklat ini dapat mengatasi masalah kesenjangan kompetensi yang dihadapi oleh seorang pegawai dan mendorong peningkatan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dalam organisasi, sehingga memungkinkan untuk memperoleh hasil yang optimal untuk memenuhi kompetensi peserta.
d.      Pada prinsipnya memberdayakan peserta dan lebih menyesuaikan dengan kepentingan pihak users karena pemilihan materi pembelajaran, waktu dan pembiayaan sepenuhnya diserahkan pada keadaan calon peserta diklat. Pemanfaatan hasil-hasil yang diperoleh dalam diklat juga diserahkan pada kebutuhan dan kepentingan peserta maupun organisasi.
e.       Mengurangi tingkat kejenuhan peserta karena akan mendapatkan materi pembelajaran yang benar-benar mereka butuhkan.

Pendekatan kompetensi dibandingkan dengan pendekatan konvensional, mempunyai kelemahan:
a.       sangat tergantung pada adanya standar kompetensi yang jelas untuk masing-masing tingkatan jabatan;
b.      memerlukan kecermatan yang tinggi dalam menentukan kurikulum karena harus benar-benar terkait dengan standar kompetensi yang ada;
c.       memungkinkan terjadinya heterogenitas peserta berdasarkan tingkat jabatannya.

Untuk menyusun suatu program diklat berbasis kompetensi, terdapat faktor yang harus dipenuhi, yaitu:
a.    adanya standar kompetensi yang jelas untuk setiap jabatan PNS yang ada;
b.   adanya instrument yang dapat digunakan sebagai dasar atau alat untuk mengukur atau menilai kompetensi seorang pegawai secara obyektif dan akurat
c.    adanya hasil analisis yang dapat menggambarkan kesenjangan antara kompetensi yang diharapkan dengan standar kompetensi yang ada.

VI. Kesimpulan dan Saran


Lembaga diklat di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota diharapkan mampu merancang, berkoordinasi dan memilih diklat-diklat "unggulan" sesuai dengan kharakteristik daerah yang benar-benar menjadi kebutuhan organisasi. Pemilihan diklat-diklat "unggulan" ditetapkan dari pelaksanaan kegiatan "Training Needs Assessment" (Analisis Kebutuhan Pelatihan) secara makro maupun mikro untuk mendapatkan potret kebutuhan pelatihan sesuai kebutuhan daerah masing-masing.
LAN sebagai salah satu lembaga diklat PNS khususnya diklat struktural dan fungsional, pada era otonomi sekarang ini diharapkan dapat memfasilitasi dalam pengembangan diklat berbasis kompetensi di daerah melalui pembinaan dan akreditasi penyelenggaraan diklat di daerah berbasis kompetensi tersebut.
Salah satu pendekatan utama dalam  pengembangan SDM melalui penyelenggaraan  Diklat  yang tepat  yang sesuadengajob analisis  dan pola karir pegawai merupakan pilihan yang sangat tepat dalam upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat tentang kinerja pemerintahan             menuju penyelenggaraa pemerintaha yan lebih   baik   (good governance) .
Job analisis harus diawali dengan updating job analisis sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kondisi kedaerahan, sehingga diklat mampu memenuhi kebutuhan pegawai dalam pelaksanaan tugasnya. Kemudian diikuti dengan identifikasi sesuai job analisis  yanbaru  untuk  mengidentifikasi  kemampuan  dan potensi  pegawai.  Pola karir pegawai juga harus menjadi arah dalam melaksanakan diklat.  Diklat yang sesuai dengan  job analisis  dan pola karipegawaakan dapamemaksimalkan  kontribusi pegawai terhadap organisasi sekaligus merangsanpegawai untuk mengembangkan karier dan profesionalismenya.
Diklat adalah sarana pengembangan pegawai dan organisasi, bukan sebuah pemborosan anggaran, melainkan sebuah investasi jangka panjang yang sangat dibutuhkan oleh organisasi pada umumnya dan khususnya bagi  pengembangan karier dan profesioalitas pegawai itu sendiri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.




























DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI/RUJUKAN


Ambar  Tegu Sulistiyan &  Rosidah,   200 Manajemen   Sumber   Daya  Manusia,
Yogyakrta: Graha Ilmu
Bennet, 1994. Organizational Behaviour. London: Pitman publishing.
Henry Simamora, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan
pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Richard L Draft (2002).  Manajemen.(terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Rosidah, M.Si., 2000. Manajemen Diklat Dalam Upaya Optimalisasi Kinerja Pegawai Publik
Sedarmayanti, Prof.M.Pd, APU. 2010.Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi ,dan Manjemen PNS.Bandung: PT. Refika Aditama
UU No.8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian telah diubah dengan UU No.43/1999









































Curriculum Vitae:
Roedi Hartono Lahir   di Karanganyar, 05 Nopember 1971. Selama ini bekerja sebagai Widayaiswara pada Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kabupaten Purwakarta Jawa Barat






Tidak ada komentar:

Posting Komentar