BENARKAH DIKLAT ITU SEKEDAR PEMBOROSAN ANGGARAN?
Oleh
:
ROEDI
HARTONO
Widayaiswara
Muda BKD Kabupaten Purwakarta
Email
: hroedi@rocketmail.com
I. Pendahuluan
UU No.8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian telah diubah dengan
UU No.43/1999, menekankan kompetensi PNS dalam melaksanakan tugas pemerintahan
dan pembangunan. Untuk itu diperlukan pembinaan antara lain melalui pendidikan
dan pelatihan (Diklat). PP No. 101/2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan PNS, merupakan kebijakan yang diterbitkan dalam rangka pengaturan
Diklat PNS. Diklat PNS adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam
rangka meningkatkan kemampuan PNS. Meliputi: Diklat Prajabatan (Prajabatan
Golongan I, II, III); dan Diklat dalam Jabatan (Diklatpim, Diklat Fungsional
dan Diklat Teknis) yang berbasis kompetensi.
Pendidikan dan pelatihan merupakan usaha pengembangan atau menghilangkan terjadinya kesenjangan
antara kemampuan pegawai dengan yang dikehendaki oleh organisasi. Adanya kesenjangan tersebut menyebabkan perlunya organisasi
menjembataninya, salah satu caranya dengan pendidikan dan pelatihan dengan harapan seluruh potensi yang dimiliki
pegawai, yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap dapat ditingkatkan, akhirnya
kesenjangan berkurang atau tidak terjadi lagi kesenjangan (Sedarmayanti, 163: 2010).
Adapun tujuan diklat sebagai berikut :
a.
Meningkatkan pengetahuan, keahlian,
keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara
professional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai kebutuhan
instansi;
b.
Menciptakan aparatur yang
mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c.
Memantanpkan sikap dan
semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan
pemberdayaan masyarakat.
d.
Menciptakan kesamaan visi
dan dinamika pola piker dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan
pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik.
Landasan yang mendasari
kebijakan Diklat PNS adalah:
a.
Sistem Diklat meliputi.
Diklat merupakan bagian dari sistem pembinaan dan pengembangan karir PNS.
b.
Identifikasi kebutuhan,
perencanaan, pengembangan, penyelenggaraan,
dan evaluasi Diklat.
c.
Diklat diarahkan untuk
mempersiapkan PNS agar memenuhi persyaratan jabatan yang ditentukan dan kebutuhan organisasi. Good
governance, karena kepemerintahan yang baik memerlukan aparatur yang kompeten,
netralistas dan memiliki komitmen tinggi yang bertumpu pada
etika profesi secara konsisten. Pengembangan SDM aparatur dilakukan agr
dapat memberikan hasil yang esuai dengan tujuan dan sasaran orgnisasi, dengan
standar kinerja yang telah ditetapkan. Kompetensi menyangkut organisasi yang
relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi
yang dimiliki pegawai secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan
strategi organisasi dan mampu mendukung setiap perubahan. Dengan kata lain
kompetensi yang dimilki individu dapat mendukung sistem kerja berdasarkan tim.
Era reformasi membawa perubahan yang sangat besar dalam berbagai bidang, termasuk bagi pemerintahan selaku ekskutif. Pemerintah sebagai lembaga pelayanan masyarakat dituntut mampu menjembatani antara aspirasi masyarakat yang diakomodasi dalam lembaga legislatif dengan masyarakat yang secara riil menerima dan menikmati
pelayanan pemerintah. Sehingga
bukan sebaliknya dimana eksekutif hanyalah penyedia pelayanan pada masyarakat tanpa memperhatikan keinginan
masyarakat.
Paradigma
yang seharusnya
diubah adalah pemerintah adalah pelayan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, yang
seharusnya diawasi dan dikendalikan oleh rakyat dan legislatif bukan sebaliknya.
Perkembangan zaman yang semakin cepat pada
akhirnya berimplikasi juga meningkatkan aspirasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang harus direalisasikan
secara efektif dan efisien oleh pemerintah. Ironismya
upaya pemerintah dalam memenuhi tuntutan
masyarakat yang kian cepat tersebut tidak sejalan dengan upaya peningkatan
profesionlisme aparatur pemerintah.
Profesionalitas
aparatur cenderung berdasarkan pada aspek rutinitas, sehingga
segala
sesuatu pekerjaan dilaksanakan berdasarkan kebiasaan yang dilakukan sebelumnya, padahal
telah terjadi perubahan dalam regulasi yang kian cepat sehingga pegawai tidak
jarang
melakukan
pengulangan
kesalahan yang
sama tanpa ada
inisiatif memperbaiki kesalahan tersebut.
Berdasarkan gambaran
diatas, maka pengembangan
SDM
PNS menjadi hal yang urgen. Diklat menjadi alternatif yang
bisa dilakukan. Namun pelaksanaan Diklat jangan sampai menimbulkan kesan pemborosan. Diklat harus sesuai dengan kebutuhan organisasi dan mampu memotivasi pegawai untuk mengikuti Diklat. Bukan seperti paradigma sekarang diklat hanyalah sekedar refreshing atau bahkan sarana mengusir
secara halus pegawai yang tidak kooperatif.
II. Rumusan Masalah
Terdapat opini bahwa penyelenggaraan diklat merupakan
sebuah penghamburan anggaran, dimana
kemanfaatannya tidak langsung dapat dirasakan masyarakat, sehingga
cenderung dilakukan pemangkasan anggaran untuk pelaksanaan diklat. Pada
kenyataannya masih terdapat kesenjangan antara kemampuan pegawai dengan yang dikehendaki oleh
organisasi yang tiada lain
merupakan imbas dari meningkatkan aspirasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang harus
direalisasikan secara efektif dan efisien.
Sehubungan dengan hal itu, penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana agar Diklat bisa menjadi sarana pengembangan pegawai yang
efektif dan efisien?
III. Tujuan
Penulisan
Untuk menjelaskan pentingnya
penyelenggaraan diklat bagi aparatur pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan
kompetensi aparatur sebagai upaya untuk menghadapi tuntutan perubahan yang kian
cepat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
IV. Metode Pembahasan
Adapun metode pembahasan
dalam penulisan ini , penulis menggunakan metode studi literatur dari berbagai
sumber yang relevan dengan tujuan penulisan.
V Kajian teori/kajian pustaka
Dalam perjalanan menuju pencapaian tujuan/misi organisasi tidak lepas dari perbagai tantangan dan kendala yang dihadapi. Berbagai persoalan timbul baik yang diakibatkan oleh faktor sumber daya manusia maupun sumberdaya lain dalam organisasi. Apabila persoalan terkait dengan kesenjangan kualifikasi yang diharapkan dari pegawai dengan
realitas yang ada maka solusi yang dilakukan adalah
berpikir terkait dengan permasalahan pelatihan
dan pengembangan atau
pendidikan dan
pelatihan
pegawai (Rosidah, 2000)
Persoalan sumberdaya manusia
yang
memicu
untuk dilakukan pemikiran
terhadap pentingnya diklat apabila
dalam
organisasi
terjadi permasalahan-permasalahan,
antara lain: ketidakharmonisan/konflik antar pegawai, sulit dilakukan
koordinasi,
absensi meningkat, tingkat produktivitas kerja menurun, adanya
tekanan eksternal yang menyebabkan terganggunya ketenangan
kerja atau tidak stabilnya kerja
organisasi. Sehingga supaya pendidikan dan pelatihan memenuhi harapan dalam pengembangan
pegawai dan organisasi
maka orientasi terhadap tujuan diklat menjadi arahan dalam proses merencanakan, mengorganisasi, menyelenggarakan dan mengevaluasi program diklat.
Oleh pegawai, diklat merupakan proses pembelajaran
yang mengarah pada perubahan sikap dan perilaku sesuai yang
diarahkan oleh tujuan dari diklat tersebut. Pembelajaran
akan diadopsi dari pengalaman yang dialami pegawai pada program diklat baik secara
konsep maupun praktik. Pengembangan pegawai
melalui diklat cenderung
mengarah
pada tipe gaya pembelajaran
asimilator. Gaya pembelajaran
ini menurut Richard P. Draft (2002) mempunyai kemampuan pembelajaran, yang
dominan pada konseptualisasi abstrak dan
observasi reflektif. Dalam proses pengembangan individu/organisasi maka pembelajaran berkesinambungan selalu
diupayakan melalui keaktifan pegawai untuk mengambil peran
dalam mengaplikasikan
apa yang dialaminya dari berbagai peristiwa. Sehingga adanya peristiwa berbagai diklat yang
diikuti pegawai merupakan pembelajaran yang bermanfaat
sebagai
pengembangan dirinya
dan menciptakan sikap, loyalitas,
kerjasama yang lebih menguntungkan. Manfaat lainnya adalah dapat
mengurangi penyakit-penyakit organisasional.
Diklat merupakan salah satu bentuk pengembangan pegawai yang
pada akhirnya dapat berimbas pada peningkatan kesejahteraan pegawai serta pengembangan sebuah organisasi. Sebagaimana diketahui bahwa desakan untuk menyelenggarkan diklat
bersumber dari adanya beberapa faktor, antara lain
adanya kesenjangan kemampuan pegawai dalam jabatan dengan realitas yang ada, memenuhi tuntutan perkembangan eksternal yang ada atau peningkatan pelayananm maka proses diklat harus
berorientasi pada kebutuhan tersebut. Seperti dijelaskan Simamora
(1996), tujuan pelatihan
dan pengembangan antara lain adalah: a) memperbaiki kinerja, b) membantu memecahkan persoalan operasional, c) mempersiapkan pegawai
untuk
promosi serta memenuhi kebutuhan pribadi. Perbaikan kinerja akan
sulit dilakukan oleh pegawai tanpa intervensi dari program pelatihan maupun pendidikan.
Karena mereka bekerja secara rutin dan selalu ada pekerjaan yang
harus
diselesaikan.
Apabila terjadi permasalahan dalam pekerjaan dan
berlangsung
relatif lama maka
jelas akan
mempengaruhi kelancaran
pekerjaan.
Untuk
itu
ada
waktu
yang dikhususkan pada
pegawai
melakukan
proses pembelajaran dengan diikutkan program diklat sesuai yang
dibutuhkan. Sehingga pada akhirnya akan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan lancar..
VI. Pembahasan berdasarkan teori/Pustaka
Pendidikan dan Pelatihan merupakan tanggungjawab manajemen puncak (pimpinan) dan harus mendapat dukungan dari berbagai pihak, antara lain adalah para pegawainya.
Meskipun diklat menjadi tanggungjawab pimpinan, namun keberhasilan diklat menjadi tanggungjawab bersama baik pimpinan, departeman/bagian pengembangan pegawai, para pimpinan tingkat menengah (midle management) maupun pegawai itu sendiri. Departemen pengembagan pegawai dalam suatu organisasi membantu manajemen diklat
dalam menyediakan keahlian sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk kepentingan diklat.
Sedang
porsi tanggungjawab pegawai ditunjukkan adanya
minat
dan kedisiplinan mengikuti progam diklat
dalam uapaya peningkatan kualitas kerja
dan pengembangan karir untuk dirinya./pengembangan organisasinya (Rosidah, : 2000).
Selama ini pola pengembangan SDM PNS melalui Diklat cukup banyak dilakukan.
Namun berdasarkan
pengamatan
penulis diklat tersebut
hanya
sekedar ajang proyek untuk menghabiskan dana, atau ajang refreshing, sehingga diklat tidak
mampu memberi kontribusi maksimal bagi pengembangan pegawai maupun organisasi.
Kelemahan dalam sistem Diklat yang ada saat ini
adalah Diklat tidak dikaitkan
dengan sistem analisis jabatan sehingga Diklat tidak mampu meng-upgrade kemampuan pegawai dalam pelaksanaan tugasnya karena tidak sesuai
antara materi Diklat dengan
kebutuhan pegawai. Diklat juga tidak dikaitkan
dengan sistem kompensasi atau pola karir pegawai, sehingga pegawai tidak
termotivasi untuk melakukan diklat tersebut
atau kalaupun termotivasi
hanyalah
sekedar
lulus, agar tidak merasa malu ketika kembali ke institusinya.
Diklat sebagai bentuk pengembangan pegawai harus mampu meng-upgrade kecakapan, pengetahuan dan keahlian dan karakter pegawai. Karena itulah Diklat
harus disesuaikan
dengan analisis jabatan tentang karakteristik pekerjaan yang dijadikan bahan Diklat.
Permasalahan
yang ada sekarang,
saat
ini kebanyakan analisis pekerjaan yang ada di PNS masih ketinggalan zaman, sehingga mungkin Diklat sesuai dengan
analisis jabatan namun ketinggalan zaman. Disinilah perlu dianalisis kembali mengenai bobot dan ruang lingkupnya sehingga mampu memenuhi tuntutan pelayanan publik yang semakin berkembang sekaligus mampu memenuhi tuntutan profesionalitas.
Uraian
pekerjaan
yang ada selama
ini perlu diperbaharui sesuai
tuntutan zaman serta sifat kedaerahannya. Uraian jabatan yang ada saat ini dibuat seragam antara unit
satu dengan
unit lain bahkan pada
daerah yang
berbeda
padahal kerumitan, kompleksitas dan cakupan tugas pada posisi yang sama ditempat yang berbeda sangat mungkin punya variasi yang beragam.
Selain itu konsekuensi adanya perubahan
zaman, analisis
pekerjaan menuntut updating pula. Jabatan yang semula menuntut persyaratan tertentu, bisa jadi
saat ini menuntut persyaratan yang
lebih
tinggi.
Setelah dilakukan upgrading job analisis, kemudian perlu juga
dilakukan pemetakan/identifikasi
kemampuan, ketrampilan dan potensi pegawai yang telah ada dengan mengarah pada alat ukur job analisis yang telah diupgrade, sehingga akan diketahui :
1. seberapa jauh pegawai sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2. seberapa jauh penempatan pegawai sesuai dengan kemampuan dan ketrampilannya.
3. seberapa jauh pegawai dapat dikembangkan potensinya tersebut.
Setelah dilakukan identifikasi tersebut akan diperoleh pegawai yang potensial yang dapat dikembangkan kemampuannya melalui Diklat yang telah disesuaikan
dengan job analisis yang dibuat.
Diklat
harus pula
dijadikan sarana manajemen sebagai sebuah sistem
kompensasi bagi pegawai. Selama ini pengembangan karir pegawai bergantung pada sistem pola karir pegawai. Pola karir merupakan arah pembinaan PNS yang menggambarkan karier yang
menunjukkan keterkaitan
dan
keserasian antara jabatan,
pangkat, pendidikan dan pelatihan, kompetensi serta
masa jabatan seorang
PNS
sejak pengangkatan
pertama.
Disini
Diklat
seharusnya
menjadi bagian
yang harus
diperhitungkan bagi
pengembangan karir pegawai
untuk mengarah pada tingkat posisi yang lebih tinggi.
Dengan mengkaitkan Diklat dengan pola karir pegawai, maka akan diperoleh keuntungan seperti :
1. Pegawai akan termotivasi meningkatkan karirnya melalui Diklat
2. Pegawai akan termotivasi ketika mengikuti Diklat tersebut.
Agar Diklat sesuai dengan pola karir pengembangan pegawai, maka Diklat harus diikuti dengan :
1. Penempatan dalam rangka pengembangan profesi
Agar Diklat tidak menjadi sia-sia, Diklat harus diikuti penempatan pegawai dalam rangka pengembangan profesinya. Penggabungan antara bakat, minat dan potensi pegawai hasil dan hasil
Diklat dapat digunakan untuk mengarahkan pegawai dalam tugas jabatan yang memerlukan syarat kualifikasi teknis dan kemampuan yang berguna bagi pengembangan profesi pegawai dimaksud.
2. Penugasan dalam rangka pemantapan profesinya.
Pegawai
yang telah
melakukan Diklat harus diberikan
kesempatan
sesuai dengan keahliannya untuk dapat mengenali, menilai dan memecahkan setiap masalah dalam lingkup tugasnya serta diberi kesempatan untuk dapat menit i jenjang jabatan yang lebih tinggi.
Prospek pengembangan diklat berbasis kompetensi di daerah dirasakan sangat relevan saat ini. Komposisi jumlah SDM Aparatur kita saat ini seperti digambarkan di atas jelas menunjukkan kondisi komposisi jumlah SDM aparatur yang didominasi oleh PNS Daerah pada saat ini. Sedangkan apabila dilihat dari sisi kompetensinya, SDM daerah masih memerlukan pengembangan secara sistematis dan komptehensif.
Kompetensi PNS daerah selama ini belum sepenuhnya mendapat perhatian dari pemerintah baik melalui pengembangan diklat maupun non diklat. Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan PNS Daerah baik melalui pengembangan non diklat meliputi pengembangan melalui pendidikan formal, pembinaan intern, memperbaiki system reward dan punishment dan sebagainya. Sedangkan pengembangan melalui Diklat mencakup tiga jenis yaitu Diklat Kepemimpinan, Diklat Fungsional maupun Diklat Teknis.
Diklat dan kompetensi harus memiliki keterkaitan yang erat. Diklat dilaksanakan untuk memperbaiki kelemahan/kekurangan (competency gap) yang dimiliki oleh peserta dalam rangka melaksanakan kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawab masing-masing pegawai secara efektif. Pengisian competency-gap ini yang sebenarnya menjadi tuuan utama dari penyelenggaraan suatu program diklat.
Idealnya, sebelum seorang peserta mengikuti Diklat, terlebih dahulu sudah harus diketahui competency gap yang dimiliki oleh seorang calon peserta tersebut. Hal ini dimaksudkan agar para peserta diklat menjalankan aktivitas pembelajaran yang benar-benar belum diketahuinya akan tetapi diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya. Inilah yang perlu dicermati lebih lanjut dalam proses identifikasi kompetensi seorang calon peserta diklat. Selanjutnya, pengisian kesenjangan kompetensi tersebut disesuaikan dengan materi pembelajaran dalam program diklat.. Untuk mengidentifikasi kebutuhan diklat yang diperlukan seorang pegawai tersebut maka training needs analysis dapat menawarkan jalan keluarnya (Sulistiyani & Rosidah, 2005).
Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan Diklat yang pendekatannya berdasarkan pada standar kompetensi yang dibutuhkan. Dalam pendekatan ini program diklat disusun dengan memperhatikan kebutuhan peserta dan organisasi secara spesifik dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi yang ada. Kurikulum diklat disusun dalam mata-mata pelajaran yang secara spesifik dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan dalam penguasaan yang diperlukan dalam suatu jabatan, sehingga dari setiap standar kompetensi yang ada. Kurikulum diklat disusun dalam mata pelajaran yang secara spesifik dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan dalam penguasaan yang diperlukan dalam suatu jabatan, sehingga dari setiap standar kompetensi yang ada tersebut akan tersusun berbagai mata pelajaran yang terkait. Sistem yang dikembangkan dalam pendekatan ini diarahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan peserta dan organisasi terhadap suatu kompetensi, yang dalam pelaksanaannya setiap peserta diklat dapat memilih setiap mata pelajaran yang dipandang perlu untuk meningkatkan kompetensinya. Dalam system ini, peserta tidak diperlukan untuk mengikuti suatu program diklat yang berisi keseluruhan mata pelajaran, akan tetapi hanya mata pelajaran yang dipandang perlu untuk menunjang kompetensinya. Artinya pengembangan program diklat di daerah diarahkan pada basis kompetensi yaitu untuk menutupi competency gap dari peserta diklat itu sendiri.
Penyelenggaraan diklat
khususnya diklat structural dan sebagian diklat teknis/fungsional yang sedang
berjalan dewasa ini membuka peluang untuk dimodifikasi berdasarkan alasan:
Materi yang ditawarkan bersifat given dan belum berdasarkan peta kebutuhan kompetensi aparatur secara vertical maupun horizontal yang heterogen, sehingga seorang peserta diklat dituntut untuk mengikuti seluruh materi pembelajaran walaupun sesungguhnya tidak seluruh materi tersebut dibutuhkan. Sistem penyelenggaraan seperti ini dinilai kurang efisien dan kurang memperhatikan kebutuhan peserta diklat.
Materi yang ditawarkan bersifat given dan belum berdasarkan peta kebutuhan kompetensi aparatur secara vertical maupun horizontal yang heterogen, sehingga seorang peserta diklat dituntut untuk mengikuti seluruh materi pembelajaran walaupun sesungguhnya tidak seluruh materi tersebut dibutuhkan. Sistem penyelenggaraan seperti ini dinilai kurang efisien dan kurang memperhatikan kebutuhan peserta diklat.
Proses seleksi calon peserta diklat khususnya
diklat kepemimpinan belum diawali dengan pengukuran (assessment) standar kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan dan
kompetensi actual calon yang bersangkutan, sehingga tidak diketahui kesenjangan
kompetensi apa yang perlu diatasi dengan diklat.
Pendekatan jenjang jabatan dan kemungkinan
promosi yang digunakan dalam system diklat structural memiliki dampak
psikologis tersendri bagi para alumni yang belum dipromosikan ke jenjang
jabatan yang lebih tinggi. Semakin lama seorang alum belum dipromosikan, maka
akan membawa pengaruh yang lebih besar terhadap stabilitas psikologis dan
emosionalnya.
Dilihat dari aspek efisiensi, system
penyelenggaraan diklat yang berlaku sekarang ini kurang memperhatikan efisiensi
anggaran karena jumlah anggaran yang dikeluarkan melebihi output yang
dihasilkan. Hal ini terbukti dari relatif besarnya stock alumni dan pemenuhan
kompetensinya. Sedangkan di sisi lain masih banyak kebutuhan diklat bagi PNS
daerah untuk menutupi competency gap-nya
dalam menjalankan tugas pemerintahan daerah.
Keberadaan otoritas diklat terlihat sangat
dominan dalam mendisain kurikulum dan materi pembelajaran sehingga kebutuhan
spesifikasi dari peserta diklat untuk memenuhi kompetensinya dan kepentingan
users cenderung belum diakomodir sepenuhnya.
Berdasarkan pendekatan
kompetensi dibandingkan dengan pendekatan konvensional memiliki keunggulan, seperti:
a.
Meningkatkan efisiensi pemanfaatan
anggaran karena seorang peserta diklat tidak perlu mengikuti semua materi yang
ditawarkan. Seorang peserta dimungkinkan untuk memilih paket-paket pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan untuk mengisi kompetensi yang dimilikinya
b.
Durasi diklat dapat menjadi lebih
singkat karena penyeleng-garaannya dibagi-bagi dalam paket-paket yang
berbeda-beda. Seorang dapat mengikuti dikalt yang membutuhkan waktu yang lama
apabila yang bersangkutan secara riel membutuhkan banyak paket. Dalam hal ini
disain diklat diarahkan untuk memenuhi kebutuhan peserta dan berorientasi pada
customer driven training.
c.
Sistim diklat ini dapat mengatasi
masalah kesenjangan kompetensi yang dihadapi oleh seorang pegawai dan mendorong
peningkatan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dalam
organisasi, sehingga memungkinkan untuk memperoleh hasil yang optimal untuk memenuhi
kompetensi peserta.
d.
Pada prinsipnya memberdayakan peserta
dan lebih menyesuaikan dengan kepentingan pihak users karena pemilihan materi
pembelajaran, waktu dan pembiayaan sepenuhnya diserahkan pada keadaan calon
peserta diklat. Pemanfaatan hasil-hasil yang diperoleh dalam diklat juga
diserahkan pada kebutuhan dan kepentingan peserta maupun organisasi.
e.
Mengurangi tingkat kejenuhan peserta
karena akan mendapatkan materi pembelajaran yang benar-benar mereka butuhkan.
Pendekatan
kompetensi dibandingkan dengan pendekatan konvensional, mempunyai kelemahan:
a.
sangat tergantung pada adanya standar
kompetensi yang jelas untuk masing-masing tingkatan jabatan;
b.
memerlukan kecermatan yang tinggi dalam
menentukan kurikulum karena harus benar-benar terkait dengan standar kompetensi
yang ada;
c.
memungkinkan terjadinya heterogenitas
peserta berdasarkan tingkat jabatannya.
Untuk
menyusun suatu program diklat berbasis kompetensi, terdapat faktor yang harus
dipenuhi, yaitu:
a.
adanya standar kompetensi yang jelas
untuk setiap jabatan PNS yang ada;
b.
adanya instrument yang dapat digunakan
sebagai dasar atau alat untuk mengukur atau menilai kompetensi seorang pegawai
secara obyektif dan akurat
c.
adanya hasil analisis yang dapat
menggambarkan kesenjangan antara kompetensi yang diharapkan dengan standar
kompetensi yang ada.
VI. Kesimpulan dan Saran
Lembaga diklat di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota diharapkan
mampu merancang, berkoordinasi dan memilih diklat-diklat "unggulan" sesuai
dengan kharakteristik daerah yang benar-benar menjadi kebutuhan organisasi. Pemilihan
diklat-diklat "unggulan" ditetapkan dari pelaksanaan kegiatan
"Training Needs Assessment" (Analisis Kebutuhan Pelatihan) secara
makro maupun mikro untuk mendapatkan potret kebutuhan pelatihan sesuai kebutuhan
daerah masing-masing.
LAN sebagai salah satu lembaga diklat PNS khususnya
diklat struktural dan fungsional, pada era otonomi sekarang ini diharapkan
dapat memfasilitasi dalam pengembangan diklat berbasis kompetensi di daerah
melalui pembinaan dan akreditasi penyelenggaraan diklat di daerah berbasis
kompetensi tersebut.
Salah satu pendekatan utama dalam pengembangan SDM melalui penyelenggaraan
Diklat yang tepat
yang sesuai dengan job analisis dan pola karir pegawai
merupakan pilihan yang sangat tepat dalam upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat tentang kinerja
pemerintahan menuju
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik (good governance) .
Job analisis harus
diawali dengan updating job analisis sesuai dengan tuntutan
perkembangan dan
kondisi kedaerahan, sehingga diklat mampu memenuhi kebutuhan pegawai dalam pelaksanaan tugasnya. Kemudian diikuti
dengan identifikasi sesuai job analisis yang baru
untuk mengidentifikasi
kemampuan dan potensi
pegawai.
Pola karir pegawai juga harus menjadi arah dalam melaksanakan diklat.
Diklat yang sesuai dengan
job analisis
dan pola karir pegawai akan dapat memaksimalkan kontribusi pegawai terhadap organisasi sekaligus merangsang pegawai untuk mengembangkan karier dan profesionalismenya.
Diklat adalah sarana pengembangan pegawai dan organisasi, bukan sebuah pemborosan anggaran, melainkan sebuah investasi jangka
panjang yang sangat dibutuhkan oleh organisasi pada umumnya dan khususnya
bagi pengembangan karier dan
profesioalitas pegawai itu sendiri dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA/REFERENSI/RUJUKAN
Ambar Teguh Sulistiyani & Rosidah, 2003 Manajemen
Sumber Daya
Manusia,
Yogyakrta: Graha Ilmu
Bennet, 1994. Organizational Behaviour. London: Pitman publishing.
Henry Simamora, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan
pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Richard L Draft (2002). Manajemen.(terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Rosidah, M.Si., 2000. Manajemen Diklat Dalam Upaya Optimalisasi Kinerja
Pegawai Publik
Sedarmayanti,
Prof.M.Pd, APU. 2010.Manajemen Sumber
Daya Manusia, Reformasi Birokrasi
,dan Manjemen PNS.Bandung: PT. Refika Aditama
UU No.8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian telah
diubah dengan UU No.43/1999
Curriculum Vitae:
Roedi Hartono Lahir
di Karanganyar, 05 Nopember 1971. Selama ini bekerja sebagai Widayaiswara pada Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah
Kabupaten Purwakarta Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar