STANDAR
OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DAN AKUNTABILITAS
KINERJA
INSTANSI PEMERINTAH
I.
Latar Belakang
Pelayanan publik
yang diberikan instansi
Pemerintah (Pusat, Pemerintah
Propinsi, Kabupaten, Kota
dan Kecamatan) kepada
masyarakat merupakan perwujudan fungsi aparatur
negara sebagai abdi
masyarakat. Pada era
otonomi daerah, fungsi pelayanan publik
menjadi salah satu
fokus perhatian dalam peningkatan kinerja
instansi pemerintah daerah. Oleh
karenanya secara otomatis
berbagai fasilitas pelayanan
public harus lebih didekatkan pada masyarakat, sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat.
Pemerintah Pusat mengeluarkan
sejumlah kebijakan untuk
meningkatkan kinerja
instansi pemerintah dan
kualitas pelayanan publik,
antara lain kebijakan
tentang Penyusunan Sistem dan
Prosedur Kegiatan, Penyusunan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Inpres
No. 7 Tahun
1999), dan Pedoman
Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat
Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah (SK Menpan
No. KEP/25/M.PAN/2/2004).
Langkah ini sebenarnya
bukanlah hal baru,
karena sebelumnya kebijakan
serupa telah dikeluarkan pemerintah dalam bentuk Keputusan Menpan maupun
Instruksi Presiden (Inpres).
Kebijakan itu
ternyata tidak secara
otomatis menyelesaikan permasalahan pelayanan publik
oleh instansi pemerintah
yang selama ini
bercitra buruk, berbelit-belit, lamban, dan
berbiaya mahal. Hal
tersebut berkaitan dengan
persoalan seberapa jauh berbagai
peraturan pemerintah tersebut
disosialisasikan di kalangan
aparatur pemerintah dan masyarakat,
serta bagaimana infrastruktur
pemerintahan, dana, sarana,
teknologi, kompetensi
sumberdaya manusia (SDM),
budaya kerja organisasi
disiapkan untuk menopang pelaksanaan
berbagai peraturan tersebut,
sehingga kinerja pelayanan
public menjadi terukur dan dapat dievaluasi keberhasilannya. Selain kebijakan
pemerintah, upaya mewujudkan
kinerja pelayanan publik
di lingkungan unit kerja
pemerintahan yang terukur
dan dapat dievaluasi keberhasilannya, pemerintah daerah
perlu memiliki dan menerapkan
Prosedur Kerja yang
standar Standar Operasional Prosedur
/ SOP). Standar
Operasional Prosedur adalah
pedoman atau acuan untuk melaksanakan
tugas pekerjaan sesuai
dengan fungsi dan
alat penilaian kinerja instasi pemerintah
berdasarkan indikator indikator
teknis, administrasif dan procedural sesuai dengan
tata kerja, prosedur
kerja dan sistem
kerja pada unit
kerja yang bersangkutan. Tujuan
SOP adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit
kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance.
Standar operasional
prosedur tidak saja
bersifat internal tetapi
juga eksternal, karena SOP
selain dapat digunakan
untuk mengukur kinerja
organisasi publik, juga dapat
digunakan untuk menilai
kinerja organisasi publik
di mata masyarakat
berupa responsivitas,
responsibilitas, dan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah.
Dengan demikian SOP merupakan
pedoman atau acuan
untuk menilai pelaksanaan
kinerja instansi pemerintah berdasarkan
indikator-indikator teknis, administratif
dan procedural sesuai dengan tata
hubungan kerja dalam organisasi yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas,
permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini berkaitan dengan penilaian
kinerja organisasi publik,
Standar operasional prosedur
(SOP) dan langkah langkah
menyusun SOP, serta
peningkatkan akuntabilitas pelayanan
public melalui penerapan SOP.
Uraian berikut ini
diharapkan dapat menciptakan
komitment pemerintah daerah mengenai
pentingnya penerapan SOP
oleh setiap satuan
unit kerja instansi pemerintahan
dalam mewujudkan akuntabilitas pelayanan publik.
II. Penilaian Kinerja Organisasi
Publik
Organisasi adalah
jaringan tata kerja
sama kelompok orang-orang
secara teratur dan kontinue
untuk mencapai tujuan
bersama yang telah
ditentukan dan didalamnya terdapat tata cara bekerjasama dan
hubungan antara atasan dan bawahan. Organisasi tidak hanya sekedar
wadah tetapi juga
terdapat pembagian kewenangan,
siapa mengatur apa dan
kepada siapa harus
bertanggung jawab (Gibson;
1996 :6). Organisasi
dapat dilihat dari dua
sudut pandang yaitu
pandangan obyektif dan
pandangan subyektif. Dari
sudut pandang obyektif, organisasi
berarti struktur, sedangkan
berdasarkan pada pandangan subyektif, organisasi
berarti proses (Wayne
Pace dan Faules,
dalam Gibson, 1997
: 16). Kaum obyektivis
menekankan pada struktur,
perencanaan, kontrol, dan
tujuan serta menempatkan faktor-faktor
utama ini dalam
suatu skema adaptasi
organisasi, sedangkan kaum subyektivis
mendefinisikan organisasi sebagai
perilaku pengorganisasian
(organizing behaviour). Organisasi
sebagai sistem sosial,
mempunyai tujuan-tujuan kolektif
tertentu yang ingin dicapai
(Muhadjir Darwin; 1994). Ciri pokok lainnya adalah adanya hubungan antar
pribadi yang terstruktur
ke dalam pola
hubungan yang jelas
dengan pembagian fungsi yang
jelas, sehingga membentuk
suatu sistem administrasi.
Hubungan yang terstruktur tersebut bersifat
otoritatif, dalam arti
bahwa masing-masing yang
terlibat dalam pola hubungan
tersebut terikat pada
pembagian kewenangan formal
dengan aturan yang
jelas. Fremont Kast dan
James Rosenzweig (2000)
mengatakan bahwa organisasi
merupakan suatu subsistem dari
lingkungan yang lebih
luas dan berorientasi
tujuan (orang- rang dengan tujuan),
termasuk subsistem teknik (orang-orang
memahami pengetahuan, teknik, peralatan dan
fasilitas), subsistem struktural
(orang-orang bekerja bersama
pada aktivitas yang bersatu
padu), subsistem jiwa
sosial (orang-orang dalam
hubungan sosial), dan dikoordinasikan oleh
subsistem manajemen (perencanaan
dan pengontrolan semua kegiatan).
Kinerja atau
juga disebut performance
dapat didefinisikan sebagai
pencapaian hasil atau the
degree of accomplishment. Sementara
itu, Atmosudirdjo (1997) mengatakan bahwa
kinerja juga dapat
berarti prestasi kerja,
prestasi penyelenggaraan
sesuatu. Faustino (1995)
memberi batasan kinerja
sebagai suatu cara
mengukur kontribusi-kontribusi
dari individu-individu anggota
organisasi kepada organisasinya.
Peter Jennergen
(1993) mendefinisikan kinerja
organisasi adalah tingkat
yang menunjukkan seberapa jauh
pelaksanaan tugas dapat
dijalankan secara aktual
dan misi organisasi
tercapai. Selanjutnya Pamungkas
(2000) menjelaskan bahwa
kinerja adalah penampilan cara-cara
untuk menghasilkan suatu
hasil yang diperoleh
dengan aktivitas yang dicapai
dengan suatu unjuk
kerja. Dengan demikian,
kinerja adalah konsep
utama organisasi yang menunjukkan
seberapa jauh tingkat kemampuan
pelaksanaan tugas- tugas
organisasi dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan. Penilaian terhadap
kinerja dapat dijadikan
sebagai ukuran keberhasilan
suatu organisasi dalam kurun
waktu tertentu. Penilaian
tersebut dapat juga
dijadikan input bagi perbaikan atau
peningkatan kinerja organisasi
selanjutnya. Dalam institusi
pemerintah khususnya,
penilaian kinerja sangat
berguna untuk menilai
kuantitas, kualitas, dan efisiensi
pelayanan, memotivasi para
birokrat pelaksana, melakukan
penyesuaian anggaran,
mendorong pemerintah agar
lebih memperhatikan kebutuhan
masyarakat yang dilayani dan
menuntun perbaikan dalam pelayanan publik. Berbeda dengan
organisasi privat, pengukuran
kinerja organisasi publik
sulit dilakukan karena belum
menemukan alat ukur
kinerja yang sesuai.
Kesulitan dalam pengukuran kinerja
organisasi publik sebagian
muncul karena tujuan
dan misi organisasi publik seringkali
bukan hanya sangat
kabur, tetapi juga
bersifat multidimensional.
Organisasi publik memiliki
stakeholders yang jauh
lebih banyak dan
kompleks ketimbang organisasi privat.
Stakeholders dari organisasi
publik seringkali memiliki kepentingan yang
berbenturan satu sama
lain. Akibatnya, ukuran
kinerja organisasi publik di
mata para stakeholders
juga berbeda-beda. Para
pejabat birokrasi, misalnya, seringkali menempatkan
pencapaian target sebagai
ukuran kinerja sementara
masyarakat pengguna jasa lebih suka menggunakan kualitas pelayanan
sebagai ukuran kinerja.
Lenvine (1996)
mengemukakan tiga konsep
yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni :
1. Responsivitas (responsiveness) :
menggambarkan kemampuan organisasi
public dalam menjalankan misi
dan tujuannya terutama
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian
responsivitas bersumber pada
data organisasi dan
masyarakat, data organisasi dipakai
untuk mengidentifikasi jenis-jenis
kegiatan dan program organisasi, sedangkan
data masyarakat pengguna
jasa diperlukan untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan
masyarakat.
2. Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan
kegiatan organisasi publik
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi
yang benar atau
sesuai dengan kebijakan organisasi baik
yang implisit atau
eksplisit. Responsibilitas dapat
dinilai dari analisis terhadap dokumen
dan laporan kegiatan
organisasi. Penilaian dilakukan
dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan
dan program organisasi
dengan prosedur administrasi dan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.
3. Akuntabilitas (accountability): menunjuk
pada seberapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik
tunduk pada para
pejabat politik yang
dipilih oleh rakyat.
Data akuntabilitas dapat diperoleh
dari berbagai sumber,
seperti penilaian dari
wakil rakyat, para pejabat politis, dan oleh masyarakat.
Weisbord (1993)
mengemukakan 6 indikator
pengukuran kinerja organisasi publik, yang
meliputi tujuan, struktur,
reward, mekanisme tata
kerja, tata hubungan
an kepemimpinan.
Tujuan berkaitan
dengan arah yang hendak ditempuh organisasi, karena itu tujuan organisasi harus
direncanakan sebaik mungkin
dengan melibatkan anggota
organisasi, mulai dari perumusan
sampai pada pelaksanaan
atau upaya pencapaiannya. Struktur berkaitan dengan
hubungan-hubungan logis antara
berbagai fungsi dalam
organisasi termasuk juga semua
kegiatan pembagian kerja
ke dalam satuan-satuannya dan koordinasi satuan-satuan
tersebut. Struktur organisasi
merupakan suatu kerangka
yang mewujudkan pola tetap
dari hubungan-hubungan di
antara bidang-bidang kerja
maupun orang-orang yang menunjukkan
kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab
masing-masing dalam suatu sistem kerjasama.
Mekanisme tata
kerja adalah sesuatu
yang terdiri atas
bagian-bagian yang saling berhubungan dan
membentuk satuan tersebut.
Mekanisme dapat mengacu
pada barang, aturan, organisasi,
perilaku dan sebagainya.
Mekanisme tata kerja
akan sangat bermanfaat bagi
organisasi dalam hal
membantu dalam koordinasi
dan integrasi kerja, dan
membantu memonitor kerja
organisasi, sehingga dapat
diketahui apakah suatu kegiatan dapat berjalan baik atau
buruk. Unsur-unsur penting dalam mekanisme tata kerja meliputi; prosedur
kebijakan, agenda, pertemuan
formal, aktivitas dan
tersedianya sarana atau alat yang
mungkin ditemukan untuk membantu orang-orang untuk bekerja sama; dan
penemuan, kreativitas pegawai
secara spontan untuk
memecahkan permasalahan dalam bekerja.
Penilaian
kinerja aparatur pemerintah dapat dilakukan secara eksternal yaitu melalui
respon kepuasan masyarakat.
Pemerintah menyusun alat
ukur untuk mengukur
kinerja pelayanan publik secara
eksternal melalui Keputusan
Menpan No.
25/KEP/M.PAN/2/2004. Berdasarkan Keputusan
Menpan No. 5/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman
Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan
Instansi Pemerintah, terdapat
14 indikator kriteria
pengukuran kinerja organisasi
sebagai berikut:
1. Prosedur pelayanan,
yaitu kemudahan tahapan
pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2. Persyaratan pelayanan,
yaitu persyaratan teknis
dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3. Kejelasan petugas
pelayanan, yaitu keberadaan
dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama,
jabatan serta kewenangan
dan tanggung jawabnya).
4. Kedisiplinan
petugas pelayanan, yaitu
kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan,
terutama terhadap konsistensi
waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku.
5. Tanggung
jawab petugas pelayanan,
yaitu kejelasan wewenang
dan tanggung jawab petugas dalam
penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
6. Kemampuan petugas
pelayanan, yaitu tingkat
keahlian dan ketrampilan
yang dimiliki petugas dalam
memberikan/menyelesaikan
pelayanan kepada masyarakat.
7. Kecepatan pelayanan,
yaitu target waktu
pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara
pelayanan.
8. Keadilan mendapatkan
pelayanan, yaitu pelaksanaan
pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat
yang dilayani.
9. Kesopanan dan
keramahan petugas, yaitu
sikap dan perilaku
petugas dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara
sopan dan ramah
serta saling menghargai dan
menghormati.
10. Kewajaran biaya
pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat
terhadap besarnya biaya yang
ditetapkan oleh unit pelayanan.
11. Kepastian
biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya
yang telah ditetapkan.
12. Kepastian jadwal
pelayanan, yaitu pelaksanaan
waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
13. Kenyamanan lingkungan,
yaitu kondisi sarana
dan prasarana pelayanan
yang bersih, rapi, dan
teratur sehingga dapat
memberikan rasa nyaman
kepada penerima pelayanan.
14. Keamanan pelayanan,
yaitu terjaminnya tingkat
keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan
ataupun sarana yang
digunakan sehingga masyarakat merasa tenang
untuk mendapatkan pelayanan
terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Berdasarkan pada
uraian di atas,
pengukuran kinerja organisasi
publik dapat dilakukan secara
internal maupun eksternal.
Penilaian secara internal
adalah mengetahui apakah proses
pencapaian tujuan sudah sesuai dengan rencana bila dilihat dari proses dan
waktu, sedangkan penilaian
ke luar (eksternal)
dilakukan dengan mengukur
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan organisasi.
III.
Standar
Operasional Prosedur
Paradigma governance
membawa pergeseran dalam
pola hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat sebagai konsekuensi
dari penerapan prinsip-prinsip corporate governance.
Penerapan prinsip corporate
governance juga berimplikasi
pada perubahan manajemen pemerintahan
menjadi lebih terstandarisasi, artinya
ada sejumlah kriteria standar
yang harus dipatuhi
instansi pemerintah dalam
melaksanakan
aktivitas-aktivitasnya. Standar kinerja ini sekaligus dapat untuk
menilai kinerja instansi pemerintah
secara internal mupun
eksternal. Standar internal
yang bersifat prosedural
inilah yang disebut dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP).
Perumusan
SOP menjadi relevan
karena sebagai tolok
ukur dalam menilai efektivitas dan
efisiensi kinerja instansi
pemerintah dalam melaksanakan
program kerjanya. Secara konseptual
prosedur diartikan sebagai
langkah - langkah
sejumlah instruksi logis untuk
menuju pada suatu
proses yang dikehendaki.
Proses yang dikehendaki tersebut
berupa pengguna-pengguna sistem
proses kerja dalam
bentuk aktivitas, aliran
data, dan aliran
kerja. Prosedur operasional
standar adalah proses standar langkah -
langkah sejumlah instruksi
logis yang harus
dilakukan berupa aktivitas, aliran data, dan aliran kerja.
Dilihat dari
fungsinya, SOP berfungsi
membentuk sistem kerja
& aliran kerja yang
teratur, sistematis, dan
dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan
bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan
sesuai dengan kebijakan
dan peraturan yang
berlaku; menjelaskan
bagaimana proses pelaksanaan
kegiatan berlangsung; sebagai
sarana tata urutan dari
pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan
harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin konsistensi
dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar
Satuan Kerja.
Secara umum, SOP merupakan
gambaran langkah-langkah kerja
(sistem, mekanisme dan tata
kerja internal) yang
diperlukan dalam pelaksanaan
suatu tugas untuk mencapai tujuan
instansi pemerintah. SOP
sebagai suatu dokumen/instrumen memuat tentang
proses dan prosedur
suatu kegiatan yang
bersifat efektif dan
efisisen erdasarkan suatu standar
yang sudah baku.
Pengembangan instrumen manajemen
tersebut dimaksudkan untuk memastikan
bahwa proses pelayanan
di seluruh unit
kerja pemerintahan dapat terkendali dan dapat berjalan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Sebagai
suatu instrumen manajemen,
SOP berlandaskan pada
sistem manajemen kualitas (Quality
Management System), yakni
sekumpulan prosedur terdokumentasi an praktek-praktek standar
untuk manajemen sistem
yang bertujuan menjamin
kesesuaian dari suatu proses
dan produk (barang
dan/atau jasa) terhadap
kebutuhan atau persyaratan tertentu. Sistem
manajemen kualitas berfokus
pada konsistensi dari
proses kerja. Hal ini
mencakup beberapa tingkat
dokumentasi terhadap standar-standar kerja.
Sistem ini berlandaskan pada
pencegahan kesalahan, sehingga
bersifat proaktif, bukan
pada eteksi kesalahan yang
bersifat reaktif. Secara
konseptual, SOP merupakan
bentuk konkret dari penerapan prinsip
manajemen kualitas yang
diaplikasikan untuk organisasi
pemerintahan (organisasi
publik). Oleh karena
itu, tidak semua
prinsip-prinsip manajemen kualitas dapat diterapkan
dalam SOP karena
sifat organisasi pemerintah
berbeda dengan organisasi privat.
Tahap penting
dalam penyusunan Standar operasional prosedur adalah melakukan analisis sistem
dan prosedur kerja, analisis tugas, dan melakukan analisis prosedur kerja:
1. Analisis sistem dan prosedur
kerja
Analisis sistem
dan prosedur kerja
adalah kegiatan mengidentifikasikan fungsi- ungsi utama
dalam suatu pekerjaan,
dan langkah-langkah yang
diperlukan dalam
melaksanakan fungsi sistem
dan prosedur kerja.
Sistem adalah kesatuan
unsur atau unit yang
saling berhubungan dan
saling mempengaruhi sedemikian
rupa, sehingga muncul dalam
bentuk keseluruhan, bekerja,
berfungsi atau bergerak
secara harmonis yang ditopang
oleh sejumlah prosedur
yang diperlukan, sedang
prosedur merupakan urutan kerja
atau kegiatan yang
terencana untuk menangani
pekerjaan yang berulang
dengan cara seragam dan terpadu.
2. Analisis Tugas
Analisis tugas
merupakan proses manajemen
yang merupakan penelaahan
yang mendalam dan teratur terhadap suatu pekerjaan, karena itu analisa
tugas diperlukan dalam setiap
perencanaan dan perbaikan
organisasi. Analisa tugas
diharapkan dapat memberikan keterangan
mengenai pekerjaan, sifat
pekerjaan, syarat pejabat,
dan tanggung jawab pejabat. Di bidang manajemen dikenal sedikitnya 5
aspek yang berkaitan langsung dengan analisis tugas aitu :
a. Analisa tugas,
merupakan penghimpunan informasi
dengan sistematis dan penetapan seluruh unsur yang tercakup
dalam pelaksanaan tugas khusus.
b. Deskripsi tugas, merupakan
garis besar data informasi yang dihimpun dari analisa tugas, disajikan
dalam bentuk terorganisasi
yang mengidentifikasikan dan menjelaskan isi
tugas atau jabatan
tertentu. Deskripsi tugas
harus disusun berdasarkan fungsi
atau posisi, bukan
individual; merupakan dokumen
umum apabila terdapat sejumlah
personel memiliki fungsi
yang sama; dan mengidentifikasikan individual
dan persyaratan kualifikasi
untuk mereka serta harus
dipastikan bahwa mereka
memahami dan menyetujui
terhadap wewenang dan tanggung
jawab yang didefinisikan itu.
c.
Spesifikasi tugas berisi
catatan-catatan terperinci mengenai
kemampuan pekerja untuk tugas
spesifik
d. Penilaian tugas,
berupa prosedur penggolongan
dan penentuan kualitas
tugas untuk menetapkan serangkaian
nilai moneter untuk
setiap tugas spesifik
dalam hubungannya dengan tugas lain
e. Pengukuran kerja
dan penentuan standar
tugas merupakan prosedur
penetapan waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap
tugas dan menetapkan
ukuran yang dipergunakan untuk menghitung tingkat pelaksanaan pekerjaan.
Melalui analisa
tugas ini tugas-tugas
dapat dibakukan, sehingga
dapat dibuat pelaksanaan tugas
yang baku. Setidaknya
ada dua manfaat
analisis tugas dalam penyusunan standar
operasional prosedur yaitu
membuat penggolongan pekerjaan
yang direncanakan dan dilaksanakan serta menetapkan hubungan kerja
dengan sistematis.
3. Analisis prosedur kerja
Analisis prosedur
kerja adalah kegiatan
untuk mengidentifikasi urutan
langkah- angkah pekerjaan yang
berhubungan apa yang
dilakukan, bagaimana hal
tersebut dilakukan, bilamana hal
tersebut dilakukan, dimana
hal tersebut dilakukan,
dan siapa yang melakukannya.
Prosedur diperoleh dengan
merencanakan terlebih dahulu bermacam-macam langkah
yang dianggap perlu
untuk melaksanakan pekerjaan.
Dengan demikian prosedur kerja
dapat dirumuskan sebagai
serangkaian langkah pekerjaan
yang berhubungan, biasanya dilaksanakan
oleh lebih dari
satu orang, yang
membentuk suatu cara tertentu
dan dianggap baik
untuk melakukan suatu
keseluruhan tahap yang
penting.
Analisis terhadap
prosedur kerja akan
menghasilkan suatu diagram
alur (flow chart)
dari aktivitas organisasi dan menentukan hal-hal
kritis yang akan
mempengaruhi keberhasilan
organisasi. Aktivitas-aktivitas kritis
ini perlu didokumetasikan dalam
bentuk prosedur-prosedur dan
selanjutnya memastikan bahwa
fungsi-fungsi dan aktivitas
itu dikendalikan oleh
prosedur-prosedur kerja yang telah terstandarisasi.
Prosedur kerja
merupakan salah satu
komponen penting dalam
pelaksanaan tujuan
organisasi sebab prosedur
memberikan beberapa keuntungan
antara lain memberikan pengawasan yang
lebih baik mengenai
apa yang dilakukan
dan bagaimana hal
tersebut dilakukan; mengakibatkan penghematan
dalam biaya tetap
dan biaya tambahan;
dan embuat koordinasi
yang lebih baik
di antara bagian-bagian
yang berlainan. Dalam menyusun suatu prosedur kerja, terdapat
beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu :
1) Prosedur kerja harus sederhana
sehingga mengurangi beban pengawasan;
2) Spesialisasi harus
dipergunakan sebaik-baiknya;
3) Pencegahan
penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu;
4)
Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya;
5) Mencegah kekembaran
(duplikasi) pekerjaan;
6) Harus ada pengecualian yang
seminimun-minimunya terhadap peraturan;
7) Mencegah adanya pemeriksaan
yang tidak perlu;
8) Prosedur harus fleksibel dan
dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah;
9) Pembagian tugas tepat;
10) Memberikan pengawasan yang
terus menerus atas pekerjaan yang dilakukan;
11) Penggunaan urutan pelaksanaan
pekerjaaan yang sebaik-baiknya;
12) Tiap pekerjaan yang
diselesaikan harus memajukan pekerjaan dengan
memperhatikan tujuan;
13) Pekerjaan tata usaha harus
diselenggarakan sampai yang minimum;
14) Menggunakan prinsip
pengecualian dengan sebaik-baiknya
Hasil dari penyusunan prosedur
kerja ini dapat ditulis dalam “buku pedoman organisasi” atau “daftar tugas”yang
memuat lima hal penting, yaitu :
1) Garis-garis besar organisasi
(tugas-tugas tiap jabatan);
2) Sistem-sistem
atau metode-metode yang berhubungan dengan pekerjaan;
3)
Formulir-formulir yang dipergunakan dan bagaimana menggunakannya;
4) Tanggal dikeluarkannya dan di
bawah kekuasaan siapa buku pedoman tersebut
diterbitkan;
5) Informasi tentang bagaimana
menggunakan buku pedoman tersebut
Penyusunan
Standar Operasional Prosedur terbagi dalam tiga proses kegiatan utama yaitu Requirement
discovery berupa teknik yang digunakan oleh sistem tersebut untuk
mengidentifikasi permasalahan sistem dan pemecahannya dari pengguna sistem; Data
modeling berupa teknik untuk mengorganisasikan dan mendokumentasikan sistem
data; dan Process modeling berupa teknik untuk mengorganisasikan dan
mendokumentasikan struktur dan data yang ada pada seluruh sistem proses atau
logis, kebijakan prosedur yang akan diimplementasikan dalam suatu proses
sistem.
Dilihat
dari ruang lingkupnya, penyusuan SOP dilakukan disetiap satuan unit kerja dan
menyajikan langkah-langkah serta prosedur yang spesifik berkenaan dengan
kekhasan tupoksi masing-masing satuan unit kerja yang meliputi penyusunan
langkah-langkah, tahapan, mekanisme maupun alur kegiatan. SOP kemudian menjadi
alat untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan secara efektif dan
efisien. Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam penyusunan SOP adalah :
1) Penyusunan SOP harus mengacu
pada SOTK, TUPOKSI, serta alur dokumen;
2) Prosedur kerja menjadi tanggung
jawab semua anggota organisasi;
3) Fungsi dan aktivitas
dikendalikan oleh prosedur, sehingga perlu dikembangkan
diagram alur dari kegiatan
organisasi;
4) SOP didasarkan atas kebijakan
yang berlaku;
5) SOP dikoordinasikan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan/penyimpangan;
6) SOP tidak terlalu rinci;
7) SOP dibuat sesederhana
mungkin;
8) SOP tidak tumpang tindih,
bertentangan atau duplikasi dengan prosedur lain;
9)
SOP ditinjau ulang secara periodik dan dikembangkan sesuai kebutuhan.
Berdasarkan
pada prinsip penyusunan SOP di atas, penyusunan SOP didasarkan pada tipe satuan
kerja, aliran aktivitas, dan aliran dokumen. Kinerja SOP diproksikan dalam
bentuk durasi waktu, baik dalam satuan jam, hari, atau minggu, dan bentuk
hirarkhi struktur organisasi yang berlaku. Proses penyusunan SOP dilakukan
dengan memperhatikan kedudukan, tupoksi, dan uraian tugas dari unit kerja yang
bersangkutan. Berdasarkan aspek-aspek tersebut SOP disusun dalam bentuk diagram
alur (flow chart) dengan menggunakan simbol-simbol yang menggambarkan
urutan langkah kerja, aliran dokumen, tahapan mekanisme, serta waktu kegiatan.
Setiap satuan unit kerja memiliki SOP sesuai dengan rincian tugas pokok dan
fungsinya, karena itu setiap satuan unit kerja memiliki lebih dari satu SOP.
Bentuk SOP dituangkan dalam tiga Format (Form SOP 1,
SOP
2, dan SOP 3) seperti contoh berikut ini.
Contoh
Form SOP 1.
Unit Kerja :
Fungsi :
Rincian Tugas :
Kode fungsi :
NO
|
Kegiatan
|
Kode Kegiatan
|
|
Indikator Kunci
|
Keberhasilan
|
1
|
2
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
Contoh
Form SOP 2
Unit Kerja :
..........................................
Fungsi : ..........................................
Rincian Tugas :
..........................................
Kegiatan :
..........................................
No.
|
Uraian
|
|
Unit Kerja/ Pelaksana Kegiatan
|
|
|
Kegiatan
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kode kegiatan: ..................
Contoh Form SOP 3
Unit Kerja :
Fungsi :
Rician Tugas Unit :
Kegiatan :
Kode kegiatan:
....................
Kepegawaian
|
Hukum
|
Uraian kegiatan
|
A
|
|
D
|
E
|
F
|
B
|
C
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelaksanaan
SOP dapat dimonitor secara internal maupun eksternal dan SOP dievaluasi secara
berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun dengan materi evaluasi
mencakup aspek efisiensi dan efektivitas SOP. Evaluasi dilakukan oleh Satuan
Kerja penyelenggara kegiatan (di lingkungan instansi Pemerintah), atau lembaga
independen yang diminta bantuannya oleh instansi Pemerintah. Pendekatan yang
digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi menggunakan pendekatan
partisipatif.
Perubahan SOP (diganti atau penyesuaian)
dapat dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan Pemerintah atau SOP
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat. Perubahan SOP
dilakukan melalui proses penyusunan SOP baru sesuai tata cara yang telah
dikemukakan.
IV.
Akuntabilitas
kinerja Instansi Pemerintah Melalui Penerapan SOP
Standar
operasional prosedur (SOP) memuat informasi tentang jangka waktu pelaksanaan
kegiatan, pengguna layanan, hirarkhi struktur organisasi, serta langkah-langkah
kerja dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Pelaksanaan SOP dalam penyelengaraan
pemerintahan memiliki multifungsi baik sebagai alat deteksi potensi
penyimpangan dari tugas pokok dan fungsi; sebagai alat koreksi atas setiap
penyimpangan yang terjadi; sebagai alat evaluasi untuk meningkatkan kinerja
setiap satuan kerja ke tingkat yang lebih efektif, efisien, profesional,
transparan dan handal. Kinerja satuan unit kerja yang efisien merupakan syarat
mutlak bagi pemerintah untuk mencapai tujuannya dan merupakan salah satu alat
terpenting dalam membawa instansi pemerintah dalam mewujudkan visi dan misinya.
Evaluasi kinerja pada instansi
pemerintah memiliki kekhususan tersendiri yang membedakannya dengan evaluasi
kinerja pada organisasi privat yang berorientasi eksternal (pelayanan) dan
dilandasi oleh motif mencari keuntungan. Pada unit-unit kerja instansi
pemerintah, standar penilaian kinerja yang sifatnya eksternal atau berhubungan
langsung dengan publik umumnya didasarkan pada indikator-indikator
responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Sementara standar penilaian
kinerja yang sifatnya internal didasarkan pada SOP dan pengendalian program
kerja dari instansi yang bersangkutan. Kedua jenis standar ini (eksternal
maupun internal) diarahkan untuk menilai sejauhmana akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah dapat dicapai. Artinya, standar eksternal maupun standar
internal pada akhirnya akan bermuara pada penilaian tercapainya masukan (inputs),
keluaran (outputs), hasil (results), manfaat (benefits)
dan dampak (impacts) yang dikehendaki dari suatu program.
Pada
prinsipnya, standar operasional prosedur lebih diorientasikan pada penilaian
kinerja internal kelembagaan, terutama dalam hal kejelasan proses kerja di
lingkungan organisasi termasuk kejelasan unit kerja yang bertanggungjawab,
tercapainya kelancaran kegiatan operasional dan terwujudnya koordinasi,
fasilitasi dan pengendalian yang meminimalisir tumpang tindih proses kegiatan
di lingkungan sub-sub bagian dalam organisasi yang bersangkutan. Standar
operasional prosedur berbeda dengan pengendalian program yang lebih
diorientasikan pada penilaian pelaksanaan dan pencapaian outcome dari
suatu program/kegiatan. Namun keduanya saling berkaitan karena standar
operasional prosedur merupakan acuan bagi aparat dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, termasuk dalam pelaksanaan program/kegiatan.
Standar Operasional Prosedur
dapat digunakan untuk penilaian kinerja secara eksternal, dan apabila pedoman
yang sifatnya internal ini digabungkan dengan pedoman eksternal (penilaian
kinerja organisasi publik di mata masyarakat) berupa responsivitas,
responsibilitas, dan akuntabilitas, akan mengarah pada terwujudnya
akuntabilitas kinerja aparatur dan instansi pemerintah. Selama ini, penilaian
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah umumnya didasarkan pada standar
eksternal, padahal sebagai bentuk organisasi publik, instansi pemerintah
memiliki karakteristik khusus yakni sifat birokratis dalam internal
organisasinya. Oleh karena itu, untuk menilai pelaksanaan mekanisme kerja internal
tersebut unit kerja pelayanan publik harus memiliki acuan untuk menilai
pelaksanaan kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,
administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi
yang bersangkutan dalam bentuk standar operasional prosedur. Menyadari pentingnya SOP dalam penyenggaraan
pemerintahan dan hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja
instansi pemerintah memiliki SOP, pemerintah propinsi Jawa Barat dalam upaya
meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah menetapkan Surat
Keputusan Gubernur No. 67 Tahun 2004 tentang pedoman penyusunan SOP. Dengan
dikeluarkannya SK Gubernur tersebut, pemerintah Propinsi Jawa Barat mewajibkan
kepada setiap satuan unit kerja dilingkungan pemerintah propinsi Jawa Barat
untuk menyusun SOP dan menerapkan di satuan unit kerjanya dengan harapan
melalui penerapan SOP ini akuntabilitas kinerja instansi pemerintah secara
internal maupun internal dapat terwujud. Seharusnyalah setiap satuan unit kerja
pelayanan publik instansi pemerintah memiliki standar operasional prosedur
sebagai acuan dalam bertindak, agar akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
dapat dievaluasi dan terukur.
V.
Penutup
Berdasarkan
pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa standar operasional prosedur
sebagai alat penilaian kinerja berorientasi pada penilaian kinerja internal
kelembagaan, terutama dalam hal kejelasan proses kerja di lingkungan organisasi
termasuk kejelasan unit kerja yang bertanggungjawab, tercapainya kelancaran
kegiatan operasional dan terwujudnya koordinasi, fasilitasi dan pengendalian
yang meminimalisir tumpang tindih proses kegiatan di lingkungan sub-sub bagian
dalam organisasi yang bersangkutan. Standar operasional prosedur berbeda dengan
pengendalian program yang lebih diorientasikan pada penilaian pelaksanaan dan
pencapaian outcome dari suatu program/kegiatan. Namun keduanya saling
berkaitan karena standar operasional prosedur merupakan acuan bagi aparat dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya termasuk dalam pelaksanaan kegiatan
program.
Selama ini, penilaian
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah umumnya didasarkan pada standar
eksternal padahal sebagai bentuk organisasi publik, instansi pemerintah
memiliki karakteristik khusus yakni sifat birokratis dalam internal
organisasinya. Oleh karena itu apabila pedoman yang sifatnya internal ini jika
digabungkan dengan pedoman eksternal (penilaian kinerja organisasi publik di
mata masyarakat) berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas, maka
akan mengarah pada terwujudnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hasil
kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja instansi pemerintah memiliki
SOP, karena itu seharusnyalah setiap satuan unit kerja pelayanan publik
instansi pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acuan dalam
bertindak. Melalui penerapan SOP ini akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
dapat dievaluasi dan terukur.
Daftar Pustaka
AgusDwiyanto.
1999. “Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik”. Makalah
Seminar Kinerja Organisasi Sektor
Publik Kebijakan dan Persiapannya. Jurusan
Ilmu
Administrasi Negara FISIPOL UGM Yogyakarta.
Charles
Lenvine. 1990. Public Administration : Challenges, Choice, Consequences.
Glenview Illinois : Scott Foreman/Little Brown Higher Education.
Djamaludin Antjok. 1999.
“Penyelenggaraan Good Governance di Indonesia”. Makalah.
Disampaikan pada
Diskusi Panel Penyelenggaraan Good Governance di
Indonesia yang diselenggarakan
oleh Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Inpres
No. 7 Tahun 1999, Tentang Penyusunan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
James L.
Gibson dkk. 1997. Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Struktur dan Proses.
Jakarta : Erlangga.
L.W. Rue dan L.L. Byars. 1980. Management :
Theory and Application. Homewood Illinois : Richard D. Irwin Inc.
Keputusan
Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian
Tugas Unit Badan Pengawasan Daerah Propinsi Jawa Barat.
Keputusan Gubernur Jawa Barat
No.67 Tahun 2004, tentang Pedoman Penyusunan SOP.
Martin R.
Weisbord. 1988. Organisational Diagnosis : A Workbook of Theory and Practice.
USA : Addison-Wesley Publishing Co.
Michael
Sokol dan Robert Oresick. 1986. “Managerial Performance Appraisal” dalam Performance
Assesment: Methods and Appreciations, ed. Ronald A. Berk. The John Hopkins
UP.
Miftah
Thoha. 2001. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta :
RajaGrafindo Persada.
_____.
1993. Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi. Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Richard M. Steers. 1980. Efektivitas
Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Suhadi Sigit. 2000. Teori
Kepemimpinan dalam Manajemen. Yogyakarta : Arrmurita.
SuratKeputusan
Menpan No. KEP/25/M.PAN/2/2004, Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah
The Liang Gie. 1992. Administrasi
Perkantoran Modern. Yogyakarta: Liberty
Yeremias
T. Keban. 1995. “Kinerja Organisasi Publik”. Bahan Seminar Sehari dalam
rangka Purna Tugas Drs. Sediyono. FISIPOL UGM Yogyakarta.
William
B. Werther, Jr dan Keith Davis. 1996. Human Resources and Personnel
Management. USA: McGraw-Hill,Inc.